- Judul: WARM BODIES
- Penulis: Isaac Marion
- Penerbit: PT Ufuk Publishing Home
- Cetakan I: Juli 2012
- Tebal: 374 Halaman
"Aku tidak tahu mengapa kami tidak
berbicara. Aku tidak dapat menjelaskan keheningan menyesakkan yang menggantung
di atas dunia kami, memutus kami satu dari yang lain seperti kaca pembatas di
ruang kunjungan penjara. Kata depan terasa menyakitkan, kata sandang sangat,
kata sifat menjadi prestasi liar yang terlalu tinggi. Apakah kebisuan ini suatu
cacat fisik yang nyata? Salah satu dari banyak gejala Kaum Mati? Ataukah kami
hanya tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan?"
Setelah menonton film dari tetralogi Twilight dengan kisah percintaan Vampire dan manusia, saya kira sudah tidak ada lagi cerita dengan genre sama yang pantas disandingkan dengan karya Stephenie Meyer itu. Ternyata saya tidak sepenuhnya benar. Saat ini Saya tidak sedang berbicara film, ini tentang sebuah buku karya Isaac Marion yang sekilas jalan cerita hampir mirip dengan Twilight. Percintaan Kaum Mati dengan Kaum Hidup.
Dalam
novel Warm Bodies, diceritakan R sebagai tokoh utama. Seorang zombie lelaki
yang beda dengan zombie lainnya. Ia mulai menahan diri untuk tidak memakan
manusia lagi. Hal itu bermula saat bersama rombongan zombie (dalam cerita
disebut juga Kaum Mati, red) lainnya sedang mencari makan di kota dan memangsa
beberapa Kaum Hidup (Manusia).
Saat
itulah, R bertemu Julie. Seorang wanita muda yang membuat R kehilangan logika
sebagai seorang zombie. R menjadi mayat hidup yang memiliki hati nurani dan
beradab. Membuatnya berbeda dengan zombie lain dan melanggar hakikat kehidupan sebagai
mayat hidup (*Ngomong apa? Hehehe*)
Bersama
di kediaman R, di bandara, tepatnya di sebuah pesawat jet komersial Julie
menjadi sandera. Walaupun begitu ia tidak seperti tawanan yang diperlakukan
kasar, malah ia merasa dilindungi. Julie tidak menyangka ia bisa berinteraksi
dengan zombie. Meski ia tidak menyangka R seperti itu juga karena
ingatan-ingatan Perry Kelvin yang muncul di otak R usai memakan otak mantan
pacar Julie tersebut.
Berawal
dari sini, R sadar bahwa ada perasaan aneh dalam dirinya yang tiba-tiba mncul
yang membuatnya semakin tertarik dengan Julie. Membuatnya merasa bahwa dia
adalah wanita yang patut dilindungi. Benih-benih cinta mereka kemudian inilah
yang membawa perubahan dalam dirinya masing-masing. Bagaimana usaha Julie memulai
perubahan bagi para kaum hidup bersama R yang mulai menemukan sisi
kemanusiaannya.
Adegan Julie dan R dalam film Warm Bodies |
Warm Bodies, Beda
Warm
Bodies seperti sebuah pengobat rasa rindu sehabis tetralogi Twilight yang
bercerita tentang kaum mati (vampire, red) juga muncul dengan genre percintaan.
Namun berbeda dengan Twiliht, cerita dalam Warm Bodies sangat orisinil, berbeda
dengan karya-karya yang tergolong “horror” lainnya.
Meski
tidak diceritakan awal mula mereka menjadi zombie, diceritakan tentang zombie
versi Isaac, Kaum Mati ini hadir bukan karena wabah atau terjangkit penyakit
tertentu, tetapi muncul karena kebencian atau ketamakan dari hati manusia itu
sendiri. Makanya, untuk novel ini juga punya pesan sarat moral.
“Menurutku kita menghancurkan diri kita
sendiri selama berabad-abad. Mengubur diri kita di bawah ketamakan dan
kebencian, dan entah dosa-dosa apapun lainnya yang bisa kita temukan sampai
akhirnya jiwa kita akhirnya membentur dasar terbawah jagad raya. Dan kemudian
mereka mengeruk sebuah lubang menembus dasar itu memaski suatu tempat gelap.”
(~Cerita Julie tentang asal dari
munculnya wabah zombie~Hlm.350)
Isaac
Marion sebagai penulis juga punya pikiran tanpa terduga bahwa zombie yang
notabene adalah mayat hidup ternyata benar-benar bisa hidup kembali hanya
dengan “cinta”. Para zombie hanya butuh perhatian dari manusia, bukan dengan
vaksin atau obat-obatan.
Karya
Isaac Marion ini memang sudah difilmkan dengan judul yang sama. Meski sudah
menonton filmnya lebih dulu, novelnya tetap saja menarik untuk dibaca. Saya suka
dengan cara Isaac Marion mendeksripsikan dan menceritakan suasana serta tingkah
laku R sebagai sosok zombie yang menakutkan tapi di satu sisi memiliki hal-hal
aneh yang lucu dan menarik. Salah satunya kebiasaannya mengumpulkan koleksi dan
mendengarkan musik dari piringan hitam. Maka tak heran, di beberapa percakapan
dalam cerita di selingi beberapa lirik lagu juga.
“Apakah kata-kataku benar-benar
terdengar atau hanya menggema dlam kepalaku sementara orang-orang menatapku,
menunggu? Aku ingin mengganti tanda bacaku. Aku merindukan tanda seru, tetapi
aku tenggelam dalam ellipsis.”
(~Saat Julie bertanya, menatap dan menunggu
jawaban R~ Hlm. 87)
Bersama
M, sahabatnya yang juga seorang zombie, R juga melakukan perbincangan yang
bahasanya dalam Kaum Mati hanya mereka saja yang tahu. Kalimat dalam
perbincangannya pun hanya bisa sampai satu atau tiga suku kata saja. Selebihnya
hanya erangan, teriakan ataukah gerakan saja sebagai pelengkap pembicaraan
mereka berdua.
Meski
bahsa yang digunakan ringan dan menurut saya mudah dimengerti, ada beberapa
bagian di halaman kata-kata yang “maknanya ngambang” dan sulit dipahami. Tapi
menurut saya, ini menjadi salah satu kelemahan dari penerjemah penerbit buku
ini.
Kseimpulan
saya, cerita Warm Bodies secara keseluruhan bagus dengan ide-ide segar dari
penulisnya. Walaupun menurut saya (lagi) sebenarnya masih banyak ide-ide cerita
dalam novel ini yang bisa Isaac Marion kembangkan sehingga alur cerita tidak
terkesan datar dengan Happy Ending yang standar.
Meski sudah banyak buku yang dibaca, Boleh dikatakan ini baru pertama kalinya saya belajar me-review sebuah buku dan dipublikasikan. -_-
BalasHapus