Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar
dipadati ribuan warga. Di tempat itu menjadi pusat diadakannya pesta adat
tahunan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Maudu Lompoa
Cikoang, namanya.
Puluhan perahu yang dihias berwarna-warni berjejer di tepi
sungai Cikoang. Perahu itu sengaja disediakan dan didekorasi oleh warga untuk
disiapkan dalam acara Maudu lompoa Cikoang. Di dalam perahu itu, ada berbagai
jenis makanan: telur rebus berwarna-warna, kain (sarung) sutra, begitupula
aneka buah-buahan.
Acara yang diadakan oleh Pemkab Takalar ini menjadi salah
satu agenda kepariwisataan di kabupaten berjuluk Bumi Turatea ini. Kegiatan tahunan
ini telah memasuki pelaksanaan yang ke-375 kali.
Bupati Takalar, Burhanuddin Baharuddin
mengatakan, pelaksanaan Maudu Lompoa Cikoang adalah 40 hari. Bahkan, tujuh hari
sebelum puncak acara pada Minggu, 10 Januri lalu, lokasi Desa Cikoang sudah
ramai pengunjung.
Kegiatan ini, lanjutnya, sebagai ritual
penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. “Semoga warga bisa mengambil hikmah.
Peringatan ini (Maudu Lompoa, red) bukan hanya milik Takalar. Tapi juga
masyarakat Sulsel,” tutur Burhanuddin di hadapan para pemangku adat Cikoang
saat menyampikan sambutannya di Balla Lompoa Cikoang.
“Harapan kami kegiatan ini harus dijaga karena (kegiatan)
ini adalah alat pemersatu kita. Alat pengikat kita, khusus warga di Takalar
bahkan Sulsel,” pungkasnya. Burhanuddin pun berharap agar lokasi pelaksanaan
Maudu Lompoa Cikoang bisa ditata lebih baik lagi ke depannya. “Kita ingin
membuat kawasan ini menjadi kawasan wisata. Nanti akan kita perbaiki.”
Sementara itu, Kepala Kemenag Sulsel, H Abdul Wahid, turut mengapresiasi Maudu Lompoa Cikoang yang
diadakan oleh Pemkab Takalar. Dia pun meminta kepada warga Takalar agar tidak
menjadikan acara ini sekadar seremoni saja.
Kegiatan ini, beber Abdul Wahid, adalah satu
usaha dalam membangun Sulsel. Menurutnya, tak ada pembangunan (baik bidang
ekonomi atau sosial) yang bisa jalan tanpa agama yang baik. “Jadi melalui Maudu
Lompoa ini masyarakat Takalar bisa baik agamanya dan begitupun di Sulsel,”
harapnya.
“Ini
tradisi positif yang harus dipelihara dengan baik. Budaya ini coba kita
gabungkan dengan nuansa Islami. Melalui kegiatan ini, kita harus senantiasa
mengenal Rasulullah SAW secara utuh. Jadi Maudu Lompoa saya pikir salah satu
media untuk mengenal Rasulullah SAW. Mari kita mencintai dan meneladani
Rasulullah SAW,” ujar Abdul Wahid.
Memaknai Maulid Nabi
Peringatan Maudu Lompoa yang
dilaksnakan masyarakat Cikoang Laikang memiliki arti dan makna yang sangat
mendalam, mengingat bahwa peringatan ini memiliki makna salawat, salat, zikir,
doa, dan syiar agama.
“Maudu Lompoa mengandung makna sedekah karena sesungguhnya sedekah merupakan kewajiban mutlak yang akan menjadikan kita selalu mendapatkan kebaikan, kelapangan dan kebahagiaan hidup,” terang Abd Syahran. Maudu Lompoa, sambungnya, dapat dimaknai sebagai syiar agama Islam. (*)