Melakukan pendakian ke Gunung
Bulusaraung dengan trek yang licin dan becek sungguh menantang. Mata harus tetap
awas agar tidak terpeleset ketika kaki mengambil pijakan. Apalagi jika itu dilakukan
di malam hari.
Bendera Indonesia berkibar di puncak Gunung Bulusaraung.
Hujan baru saja mengguyur Desa Tompobulu,
Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep. Itu lokasi dimana perjalanan akhir pekan
yang saya tuju. Tepatnya kembali melakukan pendakian ke Gunung Bulusaraung.
Melakukan perjalanan dengan mengendarai motor
sendiri menuju lokasi sepertinya agak sedikit menyeramkan. Memutuskan untuk
berangkat ke lokasi di malam hari memang di luar perkiraan. Sempat dilema
karena teman akhirnya batal untuk ikut melakukan pendakian bersama, saya cukup
lama berpikir hingga mantapkan hati untuk berangkat sendiri selama dua hari
semalam, 16-17 Maret lalu.
Perjalanan bermotor malam hari di Desa
Tompobulu Kecamatan Balocci, saya bilang cukup menantang dan sedikit
menyeramkan. Jarak tempuh yang cukup jauh, jalan yang rusak, berkelok-kelok dan
mendaki cukup menguras tenaga karena harus tetap waspada memerhatikan jalan
tanpa lamu penerangan. Apalagi, ternyata hanya sedikit sekali pengendara yang
kutemui berpapasan di jalan.
Ada sekitar waktu dua jam perjalanan dari
Makassar hingga akhirnya saya tiba di basecamp sebelum melakukan pendakian ke
Gunung Bulusaraung. Saya bersyukur, perjalanan panjang, menantang, dan agak
menyeramkan itu bisa saya lalui tanpa ada masalah.
Di Basecamp itu, tempat para pendaki lainnya
memarkir motor sekaligus tempat melapor ke petugas sebelum melakukan pendakian.
Setiap pendaki wajib mengisi data diri dan melakukan pelaporan terkait barang
bawaan utamanya yang berpotensi menjadi sampah selama melakukan pendakian.
Petugas juga memberi tiket masuk melakukan pendakian dan membayar sebesar
Rp10.000.
Sebelum benar-benar mendaki, saya bertemu
dengan beberapa pendaki lainnya yang sudah melakukan pendakiannya. Melihat saya
yang tengah bersiap-siap, beberapa di antara mereka kemudian menawari saya kopi
dan jadilah perkenalan dan perbincangan singkat di antara kami. Di gunung,
beberapa pendaki memang memegang erat rasa kekeluargaan; tak peduli kita
darimana, selama melakukan perjalanan yang sama, boleh jadi kita jadi saudara.
Segelas kopi telah tandas. Usai bertanya
mengenai kondisi cuaca dengan kawan baru tadi, saya akhirnya berangkat. Lampu
penerangan di kepala menjadi modal penting melakukan perjalanan malam hari.
Baru saja ingin melakukan pendakian menuju pos 1, jalanan licin sudah harus
dilalui. Becek dan saya sempat nyaris terpeleset saking licinnya jalan.
Trek yang cukup menanjak, tak menghalangi para pendaki
untuk menggapai puncak Gunung Bulusaraung.
|
Gunung Bulusaraung setidaknya memiliki 10
pos. Itu sudah termasuk puncaknya yang berada di ketinggian 1.353 mdpl (meter
di bawah permukaan laut). Tapi jangan salah, meski tak setinggi Gunung
Bawakaraeng, pendakian ke gunung Bulusaraung cukup menguras tenaga. Sudut
kemiringan tanah–yang kata pendaki lain melebih-lebihkan–nyaris 90 derajat.
Memang tak sampai menyentuh itu, tapi karena trek tanjakan yang mungkin sedikit
menyiksa hingga dikatakanlah demikian.
Meski sudah beberapa kali melakukan pendakian
ke Gunung Bulusaraung, tapi ini perjalanan yang saya lakukan seorang diri. Saya
sempat kehilangan fokus hingga memilih jalan yang salah. Beruntung, karena
mendengar suara pendaki lain, saya akhirnya mengikuti suara itu dan kembali
berada di jalur yang benar.
Memasuki pos 5 hingga 9 saya meutuskan
mendahului pendaki lain yang masih berusaha singgah dan beristirahat.
Perjalanan tiap pos, secara umum menghabiskan waktu 30 menit, tergantung lama
tidaknya kita istirahat. Musik yang saya mainkan melalui telepon genggam
menjadi teman perjalanan hingga akhirnya saya tiba di pos 9.
Di pos 9 Gunung Bulusaraung adalah lokasi
dimana para pendaki beristirahat atau disebut juga camping ground. Salah satu alasannya, karena dari pos 1-10, di
sekitar lokasi inilah sumber air bagi para pendaki berada. Di sini, tenda terpasang
berjejeran. Pendaki lain sudah ada yang menyiapkan makan malam, adapula yang
lebih dulu tidur.
Sesampai di pos 9, saya sendiri berkeliling
mencari lokasi peristirahatan saya. Tapi tak disangka, di pos ini saya bertemu
teman yang sudah lebih dulu sampai dan membangun tenda. Akhirnya saya
memutuskan untuk bergabung dan membuat makan malam di tenda. Lalu masing-masing
saling bertukar cerita pengalaman pendakian di hari itu.
Aroma kopi mengepul, bersama dinginnya malam pos 9 Gunung Bulusaraung,
bincang-bincang akhirnya berakhir di tengah malam dimana langit sedang gerimis.
Kantuk tak bisa lagi kami tahan. Kantong tidur (sleeping bag) digelar di dalam
tenda. Berusaha melawan dingin malam sampai tertidur. Esok hari...pada pagi
yang cerah, puncak gunung Bulusaraung menanti untuk digapai.Puncak Gunung Bulusaraung yang ramai dikunjungi. |