Saya enggan bertele-tela membuat review film ini. Untuk sinopsisnya,
saya pikir google bisa menjawab semua itu. Kedua-dua, mari segera akhiri saja
tulisan yang mungkin agak-sedikit-panjang ini dengan memulai cerita kegelisahan
saya usai menonton film superhero DC ini. Ketiga-tiga...mari mulai dengan
ucapan Bismillahirrahmanirrahim....
Mengapa menonton Suicide Squad? Oke, film
ini saya nonton sebenarnya gara-gara penasaran cuma mau lihat aksi Joker versi
Jared Leto. Namun, agaknya saya kecewa, peran Joker di film ini seolah-olah
cuma jadi cameo saja. Hmmm...tapi untunglah kekecewaan itu sedikit tertutupi
berkat 'kenakalan' Harley Quinn yang diperankan Margot Robbie. Jadi
begini...secara umum—menurut saya—Suicide Squad bukanlah film yang buruk, namun
terburu-buru.
Mudah-mudahan pihak DC tidak merasa "tertekan" dengan
kepopuleran Marvel saat membuat film ini. Setelah
nonton, saya pikir Suicide Squad terlalu cepat hadir sebagai film yang
menghadirkan wajah superhero gadungan…eh…maksud saya gabungan
"superhero" (supervillain a.k.a anti-hero). Kedalaman dan alur cerita
yang dangkal dan terkesan dipaksakan—apalagi tokoh/karakternya belum begitu
kuat tertanam di ingatan. Masalah durasi barangkali jadi permasalahan utama,
sehingga pengenalan karakter di film ini jadi terbatas. Itulah kenapa saya
pikir Suicide Squad muncul terlalu cepat.
Sepertinya pihak DC selalu terkendala dalam
membangun cerita yang kuat. Hal ini kurang lebih sama saya perhatikan dalam
film sebelumnya, yaitu Batman V Superman (BvS). Kekecewaan seusai menonton BvS
belum hilang, muncul lagi Suicide Squad dengan masalah yang kupikir sama saja.
Pihak DC tidak bisa memuaskan hasrat penonton.
Kalau saya melihat film-film sebelumnya, DC
agaknya piawai membuat trailer film.
Di situ kita disuguhkan beberapa potongan adegan film yang memukau dan membuat
kita para penonton menaruh harapan besar lalu menjadi tak sabar untuk
menontonnya. Tapi...apa yang terjadi, saudara-saudara. Apa yang tersaji pada trailer ternyata tidak sesuai dengan harapan.
Pihak DC...yang kamu lakukan ke penonton itu...jahat!
Tapi di sini kita bisa setidaknya belajar,
untuk ke depannya...alangkah baiknya tidak terlalu menaruh harapan besar untuk
film DC yang bakal tayang ke depannya. Nanti rasa kecewanya juga besar. Saya
tidak menyarankan untuk tidak menonton ya, Cuma anjuran untuk tidak berharap
besar. Gitu.
Salah satu karakter favorit pada Suicide Squad, Harley Quinn. (Sumber foto: /INT) |
Sebagai penonton, saya rasa ada baiknya
pihak DC sesekali mencontoh "strategi" Marvel dalam film
Avengers-nya. Salah satu misalnya, sebelum memulai debut—atau katakanlah (kalau
ada) sekuel—Suicide Squad, tiap karakter "superhero"-nya dibuatkan
film solo tersendiri lebih dahulu. Mungkin ini permintaan yang kurang ajar dari
seorang yang bisanya cuma nonton, tapi saya rasa dengan begitu ceritanya bisa
dimainkan dengan apik.
Batman dan Joker yang muncul dalam film ini
mungkin sudah tenar lebih dulu. Banyak yang sudah mengenalnya. Tapi bagaimana
dengan karakter yang lain? Semisal Harley Quinn, Katana, Slipknot, Captain
Boomerang, dkk. Deadshot mungkin pengecualian, dengan penampilan yang cukup
mencolok (begitupun Harley Quinn sebenarnya) di film ini. Wajar...karena
Deadshot adalah pemimpin Suicide Squad–di luar Rick Flag.
Sebenarnya, masih banyak yang
mesti saya ungkapkan. Tapi cukup sekian dululah. Saya capek ketiknya. Di luar
plot cerita yang dangkal itu, Suicide tetaplah film yang menghibur. Dialog-dialognya
juga segar. Humor Harley Quinn juga menjadi ‘penyejuk’ di suasana tegang. Dan
satu lagi: latar musik film Suicide Squad saya akui memang keren.
Pokoknya sukses buat DC. Semoga
rencana film Justice League-nya nanti bisa lebih baik. Dan, untuk film solo Wonderwoman
tahun depan, tentu saja harus keren—karena di situ ada Gal Gadot. Hahaha!
SUICIDE SQUAD (Sumber Foto: /INT) |