Beberapa hari belakangan ini, di bulan September, kronologi facebook saya dipenuhi pembahasan yang cukup berat untuk diserap kepala saya. Kata kunci, seperti: “komunis”, “PKI”, dan istilah “[–isme]-[–isme]” lainnya itu ... sungguh mengganggu sensitivitas humor saya dalam ber-media sosial (medsos) yang notabene sekadar mau mencari hiburan. Sok! Hahaha 😂
#2
Dalam rangka pencitraan, biar kesannya berintelektual–meski tanggung–dalam bermedsos, saya mencatat (merangkum?) beberapa hal dari banyak status dan bacaan yang berseliweran di internet. Beberapa pendapat orang lain, yang saya jadikan referensi untuk diri sendiri---yang kalau mau dibaca orang lain juga tidak masalah. Rasa bingung ditanggung masing-masing!
Dalam rangka pencitraan, biar kesannya berintelektual–meski tanggung–dalam bermedsos, saya mencatat (merangkum?) beberapa hal dari banyak status dan bacaan yang berseliweran di internet. Beberapa pendapat orang lain, yang saya jadikan referensi untuk diri sendiri---yang kalau mau dibaca orang lain juga tidak masalah. Rasa bingung ditanggung masing-masing!
#3
Sejarawan Perancis, Pierre Norran dalam karyanya, “Between Memory and History” menyebut, ingatan tidak pernah dikenali melebihi dua bentuk legitimasinya; ingatan sebagai sejarah (history), dan ingatan sebagai cerita/kisah (story).
#4
Untuk mengerti sebuah bangsa, ada dua medium “ingatan” yang bisa digunakan, yakni melek “sejarah” dan juga membaca “kisah”. Apa yang hilang dari ‘sejarah’, bisa ditemukan dalam ‘cerita’ yang kadang berwujud sastra/literasi, seperti esai, atau bahkan dalam bentuk puisi.
Untuk mengerti sebuah bangsa, ada dua medium “ingatan” yang bisa digunakan, yakni melek “sejarah” dan juga membaca “kisah”. Apa yang hilang dari ‘sejarah’, bisa ditemukan dalam ‘cerita’ yang kadang berwujud sastra/literasi, seperti esai, atau bahkan dalam bentuk puisi.
#5
Sejarah selalu ditulis untuk kepentingan kekuasaan. Selalu ada muatan politis tertentu yang direncanakan oleh mereka yang memiliki kedudukan dalam pemerintahan. Target awal, membentuk kesamaan-ingatan di masyarakat. Tujuannya bisa beragam, tetapi biasanya selalu berkaitan dengan kekuasaan yang lebih besar. *au ah gelap!*
Sejarah selalu ditulis untuk kepentingan kekuasaan. Selalu ada muatan politis tertentu yang direncanakan oleh mereka yang memiliki kedudukan dalam pemerintahan. Target awal, membentuk kesamaan-ingatan di masyarakat. Tujuannya bisa beragam, tetapi biasanya selalu berkaitan dengan kekuasaan yang lebih besar. *au ah gelap!*
#6
Ingatan bersifat absolut, sejarah bersifat relatif.
Ingatan bersifat absolut, sejarah bersifat relatif.
#7.
Masyarakat saat ini dijejali “fakta” sejarah dari satu sudut pandang saja. Ingatan kita ingin diseragamkan. Sialnya, kita cukup menikmatinya dan jadi malas mencari sumber lain. Cara ini cukup ampuh dengan diproduksinya film “Pengkhianatan G30S-PKI” yang hampir tiap tahun selalu ditayangkan. Padahal, sumber sejarah yang seragam sering kali menjadi “senjata” bagi reproduksi kebencian masyarakat Indonesia.
Masyarakat saat ini dijejali “fakta” sejarah dari satu sudut pandang saja. Ingatan kita ingin diseragamkan. Sialnya, kita cukup menikmatinya dan jadi malas mencari sumber lain. Cara ini cukup ampuh dengan diproduksinya film “Pengkhianatan G30S-PKI” yang hampir tiap tahun selalu ditayangkan. Padahal, sumber sejarah yang seragam sering kali menjadi “senjata” bagi reproduksi kebencian masyarakat Indonesia.
#8
Tidak ada yang penting di bagian ini. Tetapi sengaja saya tulis biar status catatannya menjadi lebih panjang dan orang-orang jadi malas membacanya. Hahaha!
Tidak ada yang penting di bagian ini. Tetapi sengaja saya tulis biar status catatannya menjadi lebih panjang dan orang-orang jadi malas membacanya. Hahaha!
#9
Semoga saya terhindar dari segala debat kusir yang terkutuk!
Semoga saya terhindar dari segala debat kusir yang terkutuk!