Edisi Menelusuri Keindahan Kaki Gunung Bawakaraeng (Bagian - 3)
Perjalanan malam
membuat kami bingung. Niat hati ingin tiba dan menginap di danau yang hendak
dituju, malah membuat tenda terpaksa harus didirikan di lokasi yang entah
dimana tepatnya.
“Mendingan kita pasang tenda di sini saja,” begitu kata Bang
Jack. Lelaki yang menjadi pemimpin rombongan dalam perjalanan menuju danau di
kaki Gunung Bawakaraeng. Kami yang berjumlah delapan orang memang mulai lelah.
Kebingungan juga melanda kami semua.
Perjalanan malam di kaki Gunung Bawakaraeng mencari danau
yang hendak kami tuju belum juga ketemu. Petunjuk jalan pun tidak begitu
terlihat oleh mata kami yang mengandalkan bantuan lampu senter. “Besok pagi
saja kita lanjut cari,” lanjut Bang Jack.
Tidak hanya Bang Jack, kami semua juga dilanda lapar.
Sejak berangkat usai Maghrib dari Desa Lengkese, Kecamatan Parigi, Kabupaten
Gowa, kami belum makan malam. Padahal, waktu saat itu sudah nyaris tengah
malam.
Keputusan untuk mendirikan tenda dan akhirnya menginap di
tempat yang kami sendiri belum tahu itu, memang sudah tepat. Kami tidak ingin
terus-terusan menahan lapar, sementara kita semua belum jelas harus mengarah
kemana untuk menuju ke lokasi yang dituju.
Memang belum ada di antara
kami yang datang ke tempat wisata alam di kaki Gunung Bawakareng ini. Namanya,
Danau Slank. Para pendaki menyebutnya begitu. Suatu ketika saat melakukan
perjalanan ke Danau Tanralili, Bang Jack pernah menunjukkan daerah lokasi yang
ingin kita tuju tersebut. Namun, lagi-lagi karena baik Bang Jack maupun kami
belum mengenal medan dan jalur tidak begitu terlihat saat malam hari, rencana
ke Danau Slank tertunda.
Perjalanan Malam
Awalnya, kami yang berdelapan orang memang sudah lebih
dulu janjian bertemu di salah satu rumah warga di Desa Lengkese. Tempat yang
juga menjadi rumah singgah para pendaki lain sebelum berangkat ke Danau
Tanralili atau menuju Lembah Ramma via jalur Lengkese.
Sore hari kami semua sudah berumpul di rumah Tata Rafi.
Begitu nama salah seorang warga yang rumahnya kami singgahi sebagai tempat
bertemu. Kami memang sudah berencana berangkat selepas Salat Magrib. Berangkat
malam menuju Danau Slank merupakan rekomendasi Kak Alam, istri Bang Jack yang juga ikut dalam perjalanan.
Kami pikir, jalur menuju Danau Slank termasuk mudah dan
jalan menuju ke sana sudah diberi tanda khusus. Tapi dalam perjalanan kami
salah mengira. Jalur yang terjal kami lewati. Sungai pun diseberangi. Cukup
sulit dan menguras tenaga. Penanda jalur menuju ke lokasi pun nyaris tak
terlihat. Penanda jalurnya hanya berupa batu yang ditumpuk, bukan yang kami
kira papan petunjuk. Itu berarti mata harus jeli melihat penanda tersebut.
Apalagi memang karena malam hari dan jalan yang dilalui memang juga banyak
longsoran batu.
Beberapa kali di antara kami harus benar-benar memastikan
penanda jalur. Begitupun kami kadang-kadang menyebar mencari jalur yang sesuai.
Jika dirasa sudah benar, barulah melanjutkan langkah kaki. Perjalanan kami
memang agak lambat dikarenakan hal tersebut.
Tak terasa dalam perjalanan yang lambat tersebut, waktu
sudah menunjukkan tengah malam. Belum juga tiba di lokasi yang kami tuju, Danau
Slank. Hingga rasa lapar tak tertahankan, kami memutuskan untuk menginap di
lokasi yang kami sendiri tak tahu tepatnya dimana.
Tapi melihat ada sumber air
dan kontur tanah yang datar, kami memutuskan mendirikan tenda di situ sesuai
rekomendasi Bang Jack. Malam hari itu kita lewati dengan makan malam saja.
Tidak lama berbincang mengenai perjalanan besok pagi, hingga kami tidur di
tenda masing-masing.
|
Perjalanan yang kami lalui untuk menuju Danau
Paranglabbua. Jalan berbatu dan tanah yang bisa saja mengundang longsor membuat
para pejalan mesti hati-hati.
|
Salah Mengira
Esok harinya selepas sarapan, saya bersama Bang Jack mencari
jalur yang sesuai sebelum teman-teman lain ikut bersama. Ternyata, tempat kami
menginap sudah berada dekat dengan Danau Slank, lokasi yang hendak kami tuju.
Setelah yakin, barulah kami mengajak teman yang lain dan
berangkat ke sana membawa barang seperlunya saja. Kami membiarkan tenda tetap
di temapt kami menginap agar barang bawaan ke danau tersebut tidak berat.
Sesampainya di sana, kami langsung berfoto keindahan
danau di sana. Belum begitu banyak orang yang mengenal tempat ini. Memang belum
setenar dengan Danau Tanralili, tapi danau yang kami kunjungi ini tetap tidak
bisa diabaikan keindahannya. Perjalanan lelah dan kebingungan kemarin malam,
terbayarkan dengan rasa puas menikmati alam di danau tersebut.
Kami pikir danau yang kami kunjungi ini sudah benar
adalah Danau Slank. Namun, sepulangnya kami dari danau tersebut dan menyebar
foto-fotonya di media sosial, banyak juga yang bilang kalau danau tersebut
bukanlah Danau Slank. Tapi, Danau Paranglabbua, namanya. Sepertinya memang
bukan Danau Slank.
Warga Desa Lengkese yang kami tanyai juga membenarkan,
kalau danau yang kami kunjungi itu bukanlah Danau Slank, tapi Danau Paranglabbua.
Lagi-lagi kami salah mengira. Tapi tak mengapa, keindahannya pun tak bisa
diabaikan. Mungkin Danau Slank sebenarnya akan kami kunjungi di lain
kesempatan. Semoga! (*)
|
Selain
menikmati Danau Paranglabbua, pemandangan pegunungan juga memanjakan mata.
|