Edisi Menelusuri Keindahan Kaki Gunung Bawakaraeng (Bagian - 2)
Cahaya matahari masih muda. Teman di luar tenda yang
sudah bangun lebih dulu lantas meneriaki kami yang masih betah tidur merawat
gigil di tubuh. Perjalanan masih berlanjut.
“Bangun...bangun...bangun! Sudah pagi. Ayo jalan,” begitu
teriak seorang lelaki yang akrab disapa Bang Jack. Beberapa kali teriakan itu
menggema di telinga. Saya terbangun, mencari telepon genggam dan melihat waktu
menunjukkan pukul setengah enam pagi. Sepagi ini, saya dan termasuk teman-teman
seperjalanan lain sudah harus siap-siap untuk melanjutkan perjalanan kami ke
tempat menarik lainnya.
“Ayo, bangun mi
siap-siap pergi ke Lembah Lowe,” Bang Jack kembali mengimbau kami untuk
bersegera bangkit dari tidur yang cuma beberapa jam saja. Perjalanan malam
menuju Danau Tanralili cukup menguras tenaga. Lalu, pagi ini kami sudah mesti
melanjutkan perjalanan yang memang sudah kami rencanakan sebelumnya: menuju Lembah
Lowe.
Sayup-sayup di luar tenda sudah ramai terdengar orang
berbincang-bincang. Rombongan kami yang berjumlah 10 orang sebagian sudah
bangun dan sudah ada yang gesit menyiapkan sarapan. Membiarkan asap kopi
mengepul di cangkir gelas dan menikmati bakwan yang digoreng oleh istri Bang
Jack: Kak Alam, begitu namanya kami sapa.
Bang Jack beserta istrinya memang menjadi orang yang
pertama kali merencanakan perjalanan ke kaki gunung Bawakareng. Selain
mengunjungi Danau Tanralili, sepasang suami-istri ini juga yang menjadi
“pelopor” perjalanan menuju keindahan tersembunyi di Lembah Lowe. Bang Jack
sendiri menjadi leader dalam
perjalanan karena lebih mengenal lokasi tersebut dibanding kami yang lain.
Menikmati secangkir kopi dan makanan ringan serta bakwan
yang digoreng Kak Alam menjadi hidangan sarapan kami sebelum berangkat.
Persiapan yang kami lakukan pun tidak serepot saat berangkat ke Danau
Tanralili. Menuju Lembah Lowe kami sekadar mempersiapkan barang-barang seadanya
yang diperlukan saja, semisal kamera untuk foto, begitupun makan dan minum
selama perjalanan. Tenda dan beberapa peralatan pendakian lainnya sengaja kami
simpan di dalam tenda biar barang bawaan tidak berat.
Dari Danau Tanralili menuju
Lembah Lowe, kata Bang Jack, akan memakan waktu paling lambat dua jam
perjalanan. “Itupun kalau jalannya santai,” sambungnya. Di sekitar Danau
Tanralili, orang-orang di tendanya masing-masing masih menikmati sarapannya.
Menikmati bincang-bincang pagi mereka, lalu kami yang bersegera menuju tempat
yang oleh Bang Jack sebut “surga” tersembunyi lainnya di kaki Gunung
Bawakaraeng.
Lembah Hijau
Lokasi Danau Tanralili berada di ketinggian 1.454 mdpl.
Dari sini, perjalanan kami tentu bakal cukup panjang. Daerah yang bakal kami
tuju bakal berada di ketinggian cukup jauh dari lokasi pemberangkatan kami.
Menemui jalan tanjakan adalah hal yang pasti kami lalui.
Belum juga menapakkan kaki begitu jauh, kami sudah harus
harus jalan mendaki. Baru saja menyeberangi sungai di dekat Danau Tanralili,
kami harus siap menapaki jalan tanjakan nan licin. Tidak ingin memaksakan diri,
kadang-kadang belum juga lama berjalan, kami harus berhenti sebentar karena
kewalahan di perjalanan awal itu.
Meski lelah, kami senantiasa memotivasi diri sendiri:
awal perjalanan yang berat akan berakhir dengan tempat tujuan yang indah. Yah,
Lembah Lowe memang disebut-sebut sebagai keindahan tersembunyi di sini. Pesona
Gunung Bawakaraeng tidak hanya sebatas keindahan puncak, lekukan gunung yang
menarik dan pepohonan hijau yang tumbuh subur. Di kaki gunungnya saja, sudah
banyak menawarkan destinasi wisata yang membuat para pejalan (wisatawan) tak
betah tinggal di rumah. Lembah Lowe, salah satunya.
Lembah Lowe adalah sebuah lembah tersembunyi dan jarang
terekspose, terletak di Gowa Sulawesi Selatan. Wisata alam ini sebenarnya berada
di himpitan dua gunung yakni Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang. Karena
belum begitu jelasnya jalur pendakian menuju Lembah Lowe, maka disarankan untuk
tidak melakukan perjalanan malam dan dianjurkan untuk didampingi oleh pemandu
yang telah mengenal medan ini.
Belum juga sampai di lokasi
yang dituju, mata kami beberapa kali dimanjakan dengan pemandangan indah. Momen
untuk berfoto tentu tidak bisa dilewatkan begitu saja. Lembah hijau yang luas.
Saya kira mirip lapangan sepak bola, hanya saja lebih luas dan indah karena
dikelilingi deretan gunung. Selain Danau Tanralili, kami juga melewati
setidaknya dua danau lagi (yang entah namanya apa) menuju Lembah Lowe.
Lupa Peralatan
Tak perlu khawatir kekurangan air minum. Di daerah
pegunungan, terlebih dalam perjalanan menuju Lembah Lowe, sungai yang jernih
menjadi sumber air yang mampu melegakan dahaga dari lelah selama menempuh perjalanan. Tinggal mengisi
botol yang kosong, lalu rasakan kesegaran air sungai di pegunungan yang
dinginnya alami dibanding lemari es yang ada di rumah.
“Sudah dekat mi
ini. Ayo jalan lagi,” Bang Jack beberapa kali mengimbau untuk tidak terlalu
lama beristirahat. Imbauannya itu sebenarnya lebih kepada memberi kami semangat
agar terus melangkahkan kaki. Lembah Lowe memang sudah dekat, tapi kalimat itu
sudah beberapa kali disampaikan Bang Jack meski sebenarnya yang kami rasakan
masih cukup jauh. “Berapa lagi jauhnya, Bang?” tanya saya dalam hati.
Saya baru yakin dan percaya kalau Lembah Lowe memang sudah
tidak jauh lagi sejak lokasi yang kami tuju itu sudah berada di depan mata. Perasaan
senang menyeruak di dalam dada. Rasa bahagia mengalahkan lelah di tubuh kami.
Lembah lowe, lembah hijau yang dipenuhi rerumputan,
sepaket dengan aliran sungai dan pepohonan yang mengelilinya menjadi tempat
istirahat paling pas. Sepi dan damai rasanya. Hanya kami yang berada di lembah
hijau nan luas ini.
“Keluarkan makanan. Ayo memasak. Lapar!” ucap salah
seorang teman saat tiba di sebuah pohon dekat sungai untuk beristirahat. Namun,
kekecewaan segera saja menyelimuti kami semua. Peralatan masak tertinggal di
dalam tenda di Danau Tanralili. Sekali lagi, kami memeriksa tas masing-masing.
Memang tak ada yang membawa barang tersebut. Jadilah kami hanya menikmati
makanan ringan yang kami dan sisa bakwan yang digoreng Kak Alam pagi tadi di
Danau Tanralili.
Di Lembah Lowe, kami menertawakan kealpaan masing-masing.
Tak ada yang mengecek. Tidak ada yang saling mengingatkan kalau peralatan masak
seharusnya tak luput dari tas bawaan kami. Mau bagaimana lagi, Lembah Lowe
sudah terlanjur membuat kami terpesona. Segala hal yang membuat lelah dan
kecewa tidak menjadi alasan bagi kami untuk tidak berlama-lama menikmati
keindahan Lembah Lowe. (*)