Archive for April 2014

Benteng Pertahanan yang Bertahan dari Gempuran Zaman

No Comments »


Benteng Rotterdam masih berdiri kokoh di badan jalan kota Makassar. Mengeluhkan kisah, merengkuh sejarah budaya kontemporer. Bangunan tegak nan kokoh memunggungi kota seakan malu menatap zaman yang mulai tergerus era globalisasi.



Pagi menjelang siang, Rotterdam terlihat sepi pengunjung. Hanya pengelola/petugas yang sibuk merawat bahkan membersihkan beberapa bangunan maupun benda-benda purbakala. Sesekali terdengar teriakan segerombolan anak SD memecah sunyi di ujung jalan koridor yang pada pagi itu usai mengunjungi Museum La Galigo. Sebelumnya, di awal pintu masuk gerbang terlihat seorang lelaki dengan cekatannya membersihkan lumut menempel di dinding tembok.

Benteng Rotterdam atau Fort Rotterdam berlokasi di kelurahan Baru, kecamatan Ujung Pandang atau tepatnya di jalan Ujung Pandang Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng Rotterdam sangat mudah dijangkau karena terletak di jalan yang dilalui kendaraan umum, berjarak 500 meter ke arah barat dari lapangan Karebosi.

Paling tidak berdasarkan perjalanan penulis, butuh sekitar 5-10 menit jikalau berangkat mulai Balaikota untuk tiba di lokasi tersebut. Terletak di tepi laut dan berhadapan langsung dengan pantai losari.

Memiliki luas areal 28.595,55 m2 dengan luas keseluruhan bangunan 11.805,85 m2, Benteng Rotterdam denah dasar segi empat dengan pintu besar di sebelah barat menghadap ke laut dan pintu kecil di sebelah timur. Bagian tembok dinding yang tertinggi 7 m dan bagian yang terendah 5 m, dengan ketebalan dinding 2 meter.

Sekilas dinding-dinding tembok benteng berwarna kehijauan. Mencoba menelusur lebih dekat mengitari sepanjang tembok mengitari bangunan-bangunan dalam kawasan benteng, ternyata warna kehijauan adalah lumut yang mulai menyelimuti tembok tersebut.

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang?

Fort Rotterdam adalah nama yang diberikan Belanda setelah memenangkan perang dengan Kerajaan Gowa yang berakhir dengan penandatanganan perjanjian Bongaya, 18 November 1667. Benteng tersebut kemudian dikuasai oleh VOC (Perhimpunan Dagang Hindia-Belanda) dan benteng-benteng pengawal lainnya dihancurkan. Benteng ini kemudian diubah namanya menjad Fort Rotterdam, nama kota tempat kelahiran Gubernur Jenderal VOC, Cornelis Speelman.

Benteng Rotterdam adapula yang menyebutnya Benteng Ujung Pandang. Dinamakan demikian karena letaknya berada di sebuah ‘Tanjung’ yang dalam bahasa Makassar disebut ‘Ujung’ dan pada masa lampau di sekitar benteng banyak ditumbuhi hutan ‘Pandang’. Pandang di kota Makassar berarti Nenas. Dari sinilah cikal bakal penamaan Benteng yang juga kemudian dikenal dengan nama Benteng Rotterdam.

Sumber lisan yang berkembang di masyarakat, adapula yang menyebutnya ‘Benteng Pannyuwa (Penyu)’ karena bentuknya menyerupai Penyu, yang oleh masyarakat Makassar penyu menjadi simbol bermakna jaya di darat dan luat. Penyu merupakan hewan yang dapat hidup di dua alam, yakni di darat dan laut. Ini memberi pengertian bahwa Kerajaan Gowa dulu ingin memegang hegemoni di darat dan di laut.

Kini bangunan yang ada dalam kawasan benteng rotterdam tersebut dapat diidentifikasi dengan penamaan huruf abjad. Tentunya setiap penamaan huruf abjad gedung memiliki fungsi gedung yang berbeda. Pemberian abjad dari jumlah 16 gedung tersebut diberi penamaan A-P.

Secara keseluruhan bangunan dalam kawasan Benteng Rotterdam terdapat sebanyak 16 dimana 1 buah bangunan diantaranya didirikan pada zaman Jepang. Dari 16 gedung, juga diperkuat dengan lima sudut yang disebut Bastion masing-masing 5 Bastion.

Hampir tiap hari Benteng Rotterdam ramai pengunjung namun jika memasuki masa hari kerja, pegawai dari UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Museum La Galigo dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar yang tengah sibuk lalu lalang di koridor gedung. Para pegawai ini memang berkantor di dalam benteng tersebut. Berkeliling memantau kawasan ataukah sesekali memandu pengunjung.

Tapi pagi itu, sebagian pegawai tengah sibuk membersihkan tembok maupun gedung, memindahkan barang purbakala hanya untuk sekedar dibersihkan ataukah memperbaiki bila barang dinilai rusak. Menurut pekerja yang tengah sibuk pada saat itu mengatakan bahwa barang yang diperbaiki tersebut memang sudah saatnya untuk perbaikan, tergantung dari kondisi benda maupun gedung tersebut.

Nilai Estetika Tetap Dijaga

Benteng Rotterdam mulai dibangun pada tahun 1545 pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-IX, Karaeng Tumapa’risi Kallonna dan pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-X, bahan dasar dinding pada awal pembangunan adalah dari tanah liat kemudian bertahap berganti dengan bata. Namun pada tahun 1667 pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dinding benteng pertama kali mengalami perubahan dari bahan dasar bata menjadi padas.

Seiring berjalannya waktu dan proses perkembangan zaman seolah termakan usia, bangunan di Benteng Rotterdam yang berusia lebih dari empat abad tersebut sejatinya tetap saja butuh pemugaran. Hal ini dilakukan demi menjaga bentuk benteng sesuai sejak pertama kali dibentuk.

“Zaman boleh berubah, tetapi peninggalan zaman tetap dijaga sesuai bentuk aslinya. Oleh karena itu diadakan pemeliharaan dan perawatan secara berkala. Perawatan ini dilakukan tergantung dari kondisi benda maupun gedung tersebut,” ujar Muhammad Natsir, Staff Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar.

Demi menjaga untuh berdirinya bangunan dan tanpa menghilangkan nilai geming (estetika)  dari setiap sudut gedung maupun barang yang ada di dalamnya. Setiap melakukan renovasi atau ataupun pemeliharaan, ada ketentuan tersendiri sebelumnya.

Perawatan dan pemeliharaan cagar budaya di kawasan (Benteng Rotterdam) dilakukan dilakukan dengan pembersihan, pengawetan dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tat letak, gaya, bahan dan/atau teknologi cagar budaya. Penulis mencoba menelisik hal ini dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dan memang benar hal inilah yang coba diterapkan dalam Benteng Rotterdam dalam hal pelestarian cagar budaya.

“Misalnya ingin mengganti bahan kayu yang digunakan di dalam gedung. Menggantinya itu harus dengan kayu yang sejenis dan ukuran yang sama sesuai aslinya, Menjaga nilai estitika gedung” kata Natsir. Begitupun dengan pemindahan ataupun pembersihan barang-barang, lanjut Natsir, mesti pakai aturan atau melihat data referensi suatu barang terdahulu untuk kemudian disesuaikan.

Rotterdam Milik Siapa?

Walaupun letaknya di Makassar, Sulawesi Selatan, kawasan cagar budaya Benteng Rotterdam termasuk asset kepemilikan nasional dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dimana unit pelaksana di kawasan tersebut adalah Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar yang berkantor di kawasan benteng. Unit inilah yang kemudian secara teknis pelaksanaan diberikan tanggung jawab untuk menjaga maupun mengurus pemeliharaan Benteng Rottterdam.

Lain lagi dengan Museum La Galigo. Museum yang dulunya bernama Celebes Museum didirikan oleh pemerintahan Hindia-Belanda tahun 1938, kini secara resmi berubah nama menjadi Museum La Galigo sejak 1 Mei 1970. Selanjutnya di era otonomi daerah Museum La Galigo berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulsel nomor 166 tahun 2001.

Meski pada 28 Juni 2001 berubah nama menjadi UPTD Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, organisasi tata kerja UPTD Museum La Galigo ini diatur berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 40 Tahun 2009, tanggal 28 Februari sampai sekarang.

Meski demikian, Benteng Rotterdam maupun Museum La Galigo toh tetap saja dapat dinikmati setiap pengunjung baik lokal maupun mancanegara. Mengutip kata Natsir, meski negara atau pemerintah tetap bertanggung jawab dalam hal ini, cagar budaya Benteng Rotterdam  tetap diyakini sebagai bagian masyarakat, untuk mensejahterakan dan dinikmati oleh masyarakat. Tugas khusus untuk menjaga harmoni dan pelestarian cagar budaya adalah masyarakat pula.

Sama halnya dengan Museum La Galigo. Bukan hanya sebagai tempat untuk memamerkan peralatan permainan rakyat, peralatan rumah tangga, maupun peralatan kesenian. Tetapi Museum La Galigo ini diharapkan mampu mengambil peran strategis untuk mencerdaskan bangsa, memperkuat kepribadian bangsa dan ketahanan nasional.

Pukul 11:45 Wita, matahari meninggi dan panas mulai menggerayangi. Sejenak penulis melepas lelah di salah satu warung yang berada tepat di depan benteng. Warung tersebut hanyalah satu satu dari sekian warung/kios yang banyak berjejer di pinggir jalan depan benteng. Sekumpulan warung/kios yang sengaja dibangun bagi para pengnjung yang ingin istirahat melapas dahaga dan lapar sehabis berkeliling di cagar budaya Benteng Rotterdam.

“Pak, es kelapa ta’ satu gelas nah,” ucapku memesan. “Oh, iye. Kita’ tunggu mi sebentar di’,” jawabnya sembari mempersilahkan ku duduk di tempat yang telah disediakan. Tak butuh waktu lama tuk menunggu, minuman dingin penyegar dahaga seharga Rp 5.000,- itu kini telah hadir disajikan di meja tempat saya duduk.

Sembari duduk menikmati es kelapa ditemani pemandangan lalu lalang kendaraan, penulis kembali mencoba memecah kesendirian dengan mencoba meresapi hasil percakapan dengan Natsir yang diakhiri dengan senyum sapa beberapa menit yang lalu. Tak ayal mata pun kembali melirik Benteng Rotterdam dari luar.

Pikirku, mungkin sengaja bangunan Benteng Rotterdam dibuat membelakangi/memunggungi kota. Agar suatu saat di masa depan jika ada masyarakat penasaran dengan wajah Rotterdam, harus terlebih dahulu masuk ke dalam kawasan benteng untuk memandangi wajah Rotterdam sebenarnya. Benteng Rotterdam, benteng pertahanan yang kini bertahan dari gempuran pengaruh globalisasi. Cagar budaya yang tetap lestari karena masih ada masyarakat yang tetap ikut peduli melestarikan.*)


SELAMAT PAGI

No Comments »

Apa kabarnya pagi esok hari?
|"Dini hari masih terlampau muda, upil bahkan belum kering sekarang"|


01.17 Wita [8 Maret 2014]