Archive for Maret 2017

JOMBLO, NASIBMU KINI...

No Comments »

Jomblo itu tercipta sebagai pengamat. Ya, pengamat hubungan orang lain. Tak heran, jomblo itu kadang-kadang lebih tahu (atau lebih tepatnya getol berkomentar) persoalan pelik dunia per-pacaran yang adil dan beradab.

Mengapa demikian? Sebab, jomblo tidak berada dan menjadi laiknya katak dalam tempurung. Posisi "bebas" membuat jomblo bisa melihat banyak masalah dari berbagai sudut pandang. Tanpa harus terganggu atau diintervensi pacar ataupun selingkuhan orang lain.

Jomblo itu independen. Berdiri sendiri. Bukan keputusan yang keliru, jika ada lelaki atau wanita kasmaran yang sedang bermasalah dalam soal asmara, meminta saran dan kalimat-kalimat super dari kaum jomblo. Sebagai pengamat yang dituntut berpandangan obyektif, jomblo selayaknya adil sejak dalam pikiran dan perbuatan.

Soal memberi solusi hubungan percintaan orang lain, jangan ditanya lagi. Jomblo bisa menjelma bak Pegadaian; mengatasi masalah tanpa masalah. Berbagai pengalaman "mengamati" etika dan tata cara pacaran orang lain, akan diakumulasikan menjadi sebuah saran yang konstruktif bagi pasangan Anda. Mau pisah atau menikah, insya Allah, jomblo siap diajak bekerjasama.

Jomblo itu kuat, tetapi juga sosok yang mudah lelah. Ya iyalah, karena banyak hal yang mesti diurusi dan diteliti. Mulai dari agenda kerja menguntit (stalking) di sosmed ataukah mencuri-dengar sebab-musabab pertengkaran pasangan orang lain. Sungguh, program kerja yang menghabiskan kuota (internet) dan tenaga.

Saking banyaknya energi yang meluap-luap, jomblo sengaja menjadi pengamat. Sebuah "pekerjaan" yang menjadi medium pengalihan energi melimpah yang seharusnya digunakan untuk pacaran, lalu sibuk mengantar pasangan ke sana-ke mari mencari alamat dan tempat makan.

Menjadi pengamat bukan pilihan mudah bagi jomblo. Jalan kehidupannya rumit. Hinaan dan cacian bagai makanan sehari-hari yang senantiasa berpaket dengan kesabaran. Tetapi, tidak banyak yang tahu, beberapa orang memutuskan sendiri sebab inginnya begitu. Jomblo adalah jalan hidup. Bukan makhluk jalang, lagi hidup. Hahaha.

Alih-alih memutuskan pacaran, spesies jomblo punya alasan atas konsistennya dalam kesendirian. Kau tahu kenapa? Karena jomblo adalah makhluk berbudi luhur. Merebut pacar orang lain atau mengganggu seseorang yang ingin membangun sebuah mahligai pacaran, hanya akan mencoreng status dan nama baik jomblo.

Kau boleh tidak percaya, tapi mari saya beritahu, cukup banyak jamaah jomblo yang sudah tercerahkan hidupnya. Kaum jomblo jenis ini boleh dikata telah mencapai taraf makrifat kehidupan. Mementingkan kebahagiaan seseorang dengan membukakannya jalan menuju hati orang lain--walaupun sebenarnya dia pun punya kesempatan besar untuk itu. Sungguh sebuah tujuan mulia dengan dalih yang cukup sialan rasanya. Boleh muntah? Ya. Hahaha.

Jadi, wahai...kalian-kalian makhluk-berpasangan...berhentilah kiranya menghina jomblo. Sekali kau caci, jomblo punya 1.001 macam cara untuk membuatmu putus dengan kekasih hati. Ancaman yang cukup menyeramkan, memang. Tetapi, itu pun akan dilakukan kalau insan jomblo yang semoga dirahmati Tuhan, merasa terdesak.

Kau tahu?! Ibarat sabar, jomblo (sendiri) juga ada batasnya.

---ALHAMDULILLAH TAMAT---

SELFIE (SWAFOTO)

No Comments »

Siapa yang tak mengenal Elvi Sukaesih? Salah satu penyanyi legendaris berkebangsaan Indonesia yang dijuluki Ratu Dangdut. Kenal tidaknya, tak masalah. Saya tidak sedang membahas tentangnya dan betapa merdu suaranya. Status ini tentang selfie (swafoto). Memotret diri sendiri.

Ada cukup banyak indikator untuk menjadi orang baik. Sedikit di antaranya (menurut sebagian warga Indonesia) minimal memenuhi dua parameter ini: rajin menabung dan tidak makan sabun. Saya tidak yakin, apakah rajin ber-selfie termasuk ke dalam variabel tersebut. Tetapi, sependek sepengetahuan saya, beberapa perempuan menolak lelaki dengan alasan terlalu baik, bukan karena sedikit-banyaknya koleksi foto selfie di telepon genggamnya. *bahas apa ini, woey?!*

Ada berapa banyak koleksi foto selfie (swafoto) di telepon genggammu? Tidak usah dijawab. Cuma basa-basi. Saya pribadi belum menghitungnya, tetapi bisa dipastikan, jumlah koleksi foto selfie saya tak lebih dari hitungan jari tangan dan kaki. Sedikit saja, memang. Apakah itu sebuah bentuk ketertinggalan saya di era kekinian? Entahlah.

Hanya saja, saya seringkali berpikir, swafoto (bisa jadi) adalah sebuah bakat. Di luar dari jenis kamera, agaknya hanya orang berkemampuan khusus sajalah yang bisa melakukannya. Jika benar begitu, kayaknya saya tidak dianugerahi bakat dari Tuhan untuk ber-swafoto.

Saya suka iri dengan kawan lain yang memiliki kemampuan itu. Wajah bahagia, tanpa beban, lepas, dan bebas. Seperti itulah interpretasi saya melihat foto-foto selfie teman-teman. Dengannya, membuat saya terprovokasi untuk ikut melakukannya.

Pernah suatu waktu saya menyiapkan jadwal khusus untuk latihan selfie. Mengasah kemampuan agar tercipta foto pribadi yang ketjeh, beradab, dan berketampanan sosial. Perbuatan ini dilakukan secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan keluarga, teman, kecuali Tuhan.

Salah satu foto yang saya unggah ini, termasuk salah satu swafoto dari cukup banyak percobaan yang tidak diharapkan. Di mana, saat kulihat hasil jepretannya, ada perasaan berdesir di dada. Kuyakin itu bukan cinta, tetapi semacam perasaan ingin menonjok muka sendiri. Fotonya sengaja saya edit sedemikian rupa, agar tak tampak hina. Sungguh, saya kelihatan bangsat kalau lagi selfie. Seperti bukan Syachrul Arsyad yang kalem sebagaimana biasanya. Hahaha *muntah*

Barangkali saya termasuk generasi yang patut dikasihani, karena tak berkompeten menghasilkan foto selfie yang bisa mendulang banyak tanda "love" di instagram. Disebut kurang percaya diri mungkin ada benarnya. Tetapi, selfie sepertinya memang bukan gayaku. Pegang tongsis saja, tangan saya bisa sampai gemetaran.

Kini kau tahu, selfie bukan bakatku. Tapi kalau diajak wefie sama kamu, sepertinya saya mau.