Archive for Januari 2016

Maudu Lompoa Cikoang, Simbol Pemersatu Warga Takalar

No Comments »

Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar dipadati ribuan warga. Di tempat itu menjadi pusat diadakannya pesta adat tahunan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Maudu Lompoa Cikoang, namanya.


Puluhan perahu yang dihias berwarna-warni berjejer di tepi sungai Cikoang. Perahu itu sengaja disediakan dan didekorasi oleh warga untuk disiapkan dalam acara Maudu lompoa Cikoang. Di dalam perahu itu, ada berbagai jenis makanan: telur rebus berwarna-warna, kain (sarung) sutra, begitupula aneka buah-buahan.
Acara yang diadakan oleh Pemkab Takalar ini menjadi salah satu agenda kepariwisataan di kabupaten berjuluk Bumi Turatea ini. Kegiatan tahunan ini telah memasuki pelaksanaan yang ke-375 kali.
Bupati Takalar, Burhanuddin Baharuddin mengatakan, pelaksanaan Maudu Lompoa Cikoang adalah 40 hari. Bahkan, tujuh hari sebelum puncak acara pada Minggu, 10 Januri lalu, lokasi Desa Cikoang sudah ramai pengunjung.
Kegiatan ini, lanjutnya, sebagai ritual penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. “Semoga warga bisa mengambil hikmah. Peringatan ini (Maudu Lompoa, red) bukan hanya milik Takalar. Tapi juga masyarakat Sulsel,” tutur Burhanuddin di hadapan para pemangku adat Cikoang saat menyampikan sambutannya di Balla Lompoa Cikoang.



“Harapan kami kegiatan ini harus dijaga karena (kegiatan) ini adalah alat pemersatu kita. Alat pengikat kita, khusus warga di Takalar bahkan Sulsel,” pungkasnya. Burhanuddin pun berharap agar lokasi pelaksanaan Maudu Lompoa Cikoang bisa ditata lebih baik lagi ke depannya. “Kita ingin membuat kawasan ini menjadi kawasan wisata. Nanti akan kita perbaiki.”
Sementara itu, Kepala Kemenag Sulsel, H Abdul Wahid, turut mengapresiasi Maudu Lompoa Cikoang yang diadakan oleh Pemkab Takalar. Dia pun meminta kepada warga Takalar agar tidak menjadikan acara ini sekadar seremoni saja.
Kegiatan ini, beber Abdul Wahid, adalah satu usaha dalam membangun Sulsel. Menurutnya, tak ada pembangunan (baik bidang ekonomi atau sosial) yang bisa jalan tanpa agama yang baik. “Jadi melalui Maudu Lompoa ini masyarakat Takalar bisa baik agamanya dan begitupun di Sulsel,” harapnya.
“Ini tradisi positif yang harus dipelihara dengan baik. Budaya ini coba kita gabungkan dengan nuansa Islami. Melalui kegiatan ini, kita harus senantiasa mengenal Rasulullah SAW secara utuh. Jadi Maudu Lompoa saya pikir salah satu media untuk mengenal Rasulullah SAW. Mari kita mencintai dan meneladani Rasulullah SAW,” ujar Abdul Wahid.




Memaknai Maulid Nabi
Peringatan Maudu Lompoa yang dilaksnakan masyarakat Cikoang Laikang memiliki arti dan makna yang sangat mendalam, mengingat bahwa peringatan ini memiliki makna salawat, salat, zikir, doa, dan syiar agama.
Maudu Lompoa Cioang mengandung makna pengendalian diri sebagai seorang hamba ciptaan Allah SWT yang menganut agama Islam karena sesungguhnya hanya orang-orang yang mengenal dirinyalah yang dapat mengenal Tuhannya. Hakikat dari pelaksanaan Maudu Lompoa ini tidak hanya merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan memanjatkan shalat kepadanya hanya dalam bentuk perkataan, tetapi juga perbuatan.




“Cinta adalah pengorbanan. Siapapun kita akan selalu rela berkorban untuk orang yang kita cintai karena sesungguhnya shlawat adalah implementasi dan perwujudan akan kesatuan diri dengan alam, sesama makhluk, Rasul dan juga dengan Allah SWAT,” demikian dipaparkan Abd Syahran Aidid SHI MFG selaku Pemangku Adat Cikoang-Laikang saat memberikan ceramah hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW.
Disimpulkan Abd Syahran, Maudu Lompoa mengandung makna zikir yang berarti untuk selalu mengingat bersama-sama dengan Allah di manapun berada. Pun bermakna implementasi rasa cinta pada Rasululah SAW dengan segala macam konsekuensinya karena seseorang yang mencintai diri Muhammad akan berada pada kesusahan. Namun dalam kesusahan itulah, sambungnya, seorang umat bisa bertambah imannya kepada Allah SWT.
“Maudu Lompoa mengandung makna sedekah karena sesungguhnya sedekah merupakan kewajiban mutlak yang akan menjadikan kita selalu mendapatkan kebaikan, kelapangan dan kebahagiaan hidup,” terang Abd Syahran. Maudu Lompoa, sambungnya, dapat dimaknai sebagai syiar agama Islam. (*)


Membagi telur maulid

Terpesona Pulau Larea-Rea

No Comments »

Pulau ini belum seterkenal kepulauan spermonde. Tapi jangan salah menilai, pulau yang satu ini juga tak kalah indahnya dengan banyak pulau yang sudah lebih dulu popular di Sulawesi Selatan. Selamat datang di Pulau Lare-rea!
  



Pagi menjelang siang. Perahu yang akan mengantarkan kami ke Pulau Larea-larea mulai bersandar di tepi pelabuhan. Cukup lama kami menunggu kedatangannya, bahkan harus sampai molor dari jadwal yang sudah kami sepakati. Tapi ini bukan salah sang nahkoda perahu. Beberapa teman yang akan ikut mesti saling menunggu karena agenda keberangkatan yang memang terkesan dadakan.
Kami yang berangkat sebanyak 13 orang, mulai naik satu per satu mencari posisi yang pas di dalam perahu yang ukurannya tidak begitu besar. Tempat Pelelang Ikan (TPI) Kabupaten Sinjai menjadi awal keberangkatan kami. Menuju lokasi tujuan, yakni Pulau Larea-larea.
Pulau Larea-rea adalah salah satu pulau yang berada dalam gugusan Pulau Sembilan di Kabupaten Sinjai. Disebut Pulau Sembilan, karena ada sembilan pulau yang membentuk ke dalam gugusan tersebut.
Pulau-pulau  yang masuk di gugusan Pulau Sembilan merupakan destinasi wisata bahari andalan kabupaten ini. Selain Pulau Larea-rea, pulau lainnya yang masuk dalam gugusan Pulau Sembilan di antaranya Burung Loe, Kanalo I, Kanalo II, Kambuno, Liang-Liang, Kodingareng, Batanglampe, dan Katindoang.
Setidaknya butuh waktu sejam perjalanan untuk bisa tiba di Pulau Larea-rea. Selang waktu itu, kami manfaatkan untuk berfoto di atas perahu. Sensasi naik perahu yang bergoyang menembus ombak menjadi kenikmatan tersendiri bagi kami.
Dari kejauhan, Pulau Burung Loe mulai kelihatan dari atas perahu. Pulau ini memang pulau terbesar di antara pulau yang lain. Begitupun Pulau Kambuno, pulau yang satu ini dianggap menjadi “pusat kota” dari gugusan Pulau Sembilan.

Nelayan tengah melaut di sekitar Pulau Lare-rea dengan pemandangan latar belakang Pulau Burung Loe.

Belum juga tiba di dermaga Pulau Larea-rea, kejernihan air di sekitar pulau mulai membuat kami tertarik. Karang terlihat di bawah kedalaman air, meski kondisinya tak sebagus di Kepulauan Selayar.
Satu per satu dari kami buru-buru naik ke dermaga, walaupun perahu belum bersandar dengan baik. Kami seperti tak sabar menikmati keindahan Pulau Larea-rea.
Dibanding pulau yang lain, Pulau Larea-rea adalah satu-satunya pulau yang tak berpenghuni. Pulau ini pun tak terlalu luas. Diameter daratannya hanya sekitar 20 meter. Bukit yang cukup tinggi dengan ditumbuhi pepohonan di tengah pulau menjadi penghias. Kita bisa naik di bukit tersebut dan berfoto dari atas dengan latar pulau yang berseberangan.
Sejak tiba di dermaga dan menginjakkan kaki pertama kali di Pulau Larea-rea, kami semua memang langsung berfoto. Mencari sudut pandang yang menarik di pulau ini untuk berfoto. Masing-masing dari kami berjalan nyaris mengelilingi pulau. Menikmati keindahan pulau tak berpenghuni.
            Kami baru menikmati makanan yang kami bawa sebelum ke pulau setelah puas berkeliling pulau, berfoto, dan menikmati keindahan Pulau Larea-rea ini.

Dermaga Pulau Larea-rea
Usai berenang, seorang anak naik di dermaga Pulau Larea-rea. Lalu kembali mengambil ancang-ancang untuk lompat ke dalam air.
Ramai Dikunjungi Saat Liburan
Pulau Larea-rea adalah satu-satunya pulau tak berpenghuni dari gugusan pulau Sembilan. Meski begitu, pulau ini termasuk pulau andalan Kabupaten Sinjai untuk menarik kunjungan para wisatawan.
Tiap memasuki masa liburan, Pulau Larea-rea menjadi salah satu lokasi yang dipilih untuk berlibur di Sinjai. Bersama teman atau membawa anggota keluarga untuk bersantai di sana, menikmati kejernihan air dan pasir pantainya.
Hanya saja, keindahan dan potensi pulau Larea-rea untuk menarik wisatawan belum dimanfaatkan pemerintah setempat. Memperbaiki dan memberikan fasilitas penunjang untuk para pengunjung memang harus menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Sinjai jikalau saja ingin meningkatkan potensi wisata bahari di sini.
Jadi, jika anda yang ingin berlibur di Pulau Larea-rea; berenang, diving, snorkeling, dan sebaganya, harap membawa peralatan massing-masing. Begitupun jika ingin sekadar berteduh dan berbaring menikmati pulau, membawa tenda sendiri bisa menjadi alternatif untuk saat ini.

Dari atas bukit Pulau Larea-rea terlihat para pengunjung tengah berenang dan bermain-main menikmati kejernihan air pulau.
Akses ke Pulau Larea-rea
Akses ke pulau ini sangatlah mudah. Pelabuhan Lappa atau tepatnya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa Kabupaten Sinjai. Jarak tempuh untuk ke sini memakan waktu sekitar 15 menit dari pusat kota Sinjai. Kabupaten Sinjai tersendiri berjarak 190-200 km dari Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
Di Pelabuhan Lappa banyak tersedia perahu sewaan. Tarifnya pun bervariasi, antara Rp200 ribu, hingga Rp400 ribu. Hanya butuh waktu tempuh selama 1 jam untuk perahu kayu, dan 15 menit dengan speedboat atau perahu cepat untuk sampai di Pulau Larea-rea.
Akan tetapi, kami yang berangkat rombongan saat itu sebelumnya sudah memesan kapal yang memang akan kami tumpangi ke sana. Sesuai kesepakatan dan dengan biaya sewa Rp250 ribu, sebuah perahu kayu yang dipesan sebelumnya, sudah bisa membawakami berkeliling Pulau Sembilan. Tapi sayang, selain Pulau Larea-rea, kami hanya sempat mengunjungi Pulau Kanalo I dan Kanalo II. Kami bahkan terpaksa pulang malam karena bersikeras mengunjungi kedua pulau yang memang berdekatan dengan Larea-rea.
Jadi, jika memutuskan berkeliling Pulau Sembilan atau hanya ingin berlama-lama di satu pulau saja, disarankan untuk berangkat pagi-pagi. Sebuah perahu yang kami pesan sehari sebelum keberangkatan mungkin tidak keberatan membawa kami meski kesiangan. Tapi kalau memutuskan menggunakan perahu reguler, maka sekitar pukul 6 pagi anda sudah harus berada di pelabuhan untuk mencari perahu yang akan ditumpangi.