Archive for Desember 2016

CERITA TENTANG BAPAK

No Comments »


Rumah sakit selayaknya membuat Muhammad Arsyad belajar satu hal; ia bukan superhero, yang selalu bisa menang melawan tokoh antagonis. Arsyad tidak harus senantiasa berprinsip seperti jargon produk semen; berdiri keras dan kuat.

Semasa hidup, sependek pengetahuan saya, saya belum pernah melihat bapak selemah seperti saat dirinya berada di rumah sakit. Saya seakan melihat Arsyad yang berbeda di sana. Jarang sekali, saya melihat bapak, dengan wajah menahan nyeri, berusaha memenjarakan erangan yang bisa saja muncul tiap kali jarum suntik menembus kulitnya. Lalu, mengalirkan larutan elektrolit dari infus di urat nadinya.

Selama kurang lebih 20 hari menjalani rawat inap, di dua rumah sakit yang berbeda, Arsyad menjadi "tamu" di sana. Sebuah tempat yang saya yakini, ia benci. Menjadi pasien, seakan membuat harganya dirinya runtuh.

Mengalami cedera cerebrovaskuler adalah kabar buruk dari hari-hari baik yang telah dijalani Arsyad. Sejak didiagnosa terkena stroke hemoragik, 23 November lalu, dirawat di rumah sakit bak penjara bagi bapak. Masuk ICU adalah pilihan baik bagi anak-istrinya yang khawatir akan kesehatannya, tetapi bukan tempat yang benar menurut anggapan pribadinya.

Tapi mau bagaimana lagi, tempat terbaik untuk merawat kesehatan orang keras kepala macam bapak adalah rumah sakit. Entah, barangkali Arsyad phobia dengan hal-hal berbau rumah sakit. Saya belum pernah menanyakannya secara langsung. Saat Aminah, sang istri tercinta juga masuk rumah sakit lebih dulu, tak sekalipun ia menjenguknya ke sana. Di balik itu, sikapnya lantas tidak serta-merta bisa ditafsirkan bahwa ia tak cinta. Arsyad hanyalah manusia biasa yang tak tegaan melihat orang-orang sakit. Apalagi istri sendiri.
* * *
Saya berterima kasih kepada orang-orang baik yang telah datang menjenguk bapak. Tidak hanya membawa satu-dua kaleng khong guan, namun ada doa (yang kini makbul) dengan takaran yang tak bisa diukur demi kesembuhan bapak. Semua berkat keluarga dekat, kerabat, dokter, perawat, dan semua orang yang sebenarnya bisa disebut satu per satu, tapi banyak yang belum kukenal namanya. Hehehe!

Seperti tulisan dalam status ini, beberapa ucapan memang tak selalu terkirim, tapi saya yakin selalu ada doa yang akan sampai kepada orang-orang baik. Tak ada balasan lain dari kami sekeluarga kepada mereka yang telah berbaik hati selain ucapan terima kasih, begitu pula balasan doa; semoga kita semua diberkahi Allah SWT.

Sungguh, rumah sakit juga telah membuat saya dan saudara-saudara lain sadar dan belajar bahwa yang namanya merawat itu memang tidak mudah. Perhatian anak-anak kepada bapaknya selama di rumah sakit, tentu tidak sebanding dengan perlakuan bapak-mamak puluhan tahun “mewakafkan” diri membesarkan dan menyekolahkan anak.

Akan naif jadinya, jika berpikir sudah saatnya anak-anak yang gantian merawat bapak-mamak. Karena mau bagaimanapun, rasa sayang orang tua selalu lebih besar terhadap anaknya. Sekeras apapun kata “sayang” itu kau ucapkan di telinga orang tua, bapak-mamak selalu punya rasa sayang dominan lebih besar; tidak dimulutnya, tapi di dalam hati, melalui perbuatannya. Saya tidak membantah itu!
* * *
Bapak sedang di rumah. Sejak 2 Desember lalu, ia sudah kembali ke kampung halaman. Bertemu istri yang merindukan kehadirannya. Saya yakin betul, dengan terbebasnya bapak dari rumah sakit, pria berusia nyaris 58 tahun ini, ingin langsung menekuni pekerjaannya. Namun, ia mesti mengurungkan niat itu, bekerja bukanlah pilihan tepat bagi orang yang belum direkomendasikan memiliki beban pikir yang banyak.

Beliau memang tipe pekerja keras, cenderung pendiam, sekaligus keras kepala. Beberapa sifat yang dimiliki orang-orang berzodiak Capricorn. Tapi ramalan memang tidak selalu benar, bahkan cenderung acapkali salah. Mamak saya yang merupakan istri Arsyad–yang juga lahir pada tanggal, bulan dan tahun yang sama–malah berkebalikan dari karakter itu.

Berbeda, namun bisa hidup bersama berumah tangga. Bahagia, setia, dan tahan lama. Maksud saya, tidakkah usia 34 tahun pernikahan menjadi bukti bahwa Arsyad dan Aminah adalah sebenar-benarnya jodoh. Sepasang manusia yang ditakdirkan saling menyayangi. Sejak menikah 14 Agustus 1982 silam, tak ada dari mereka berdua yang saling mengingkar janji, sampai sehidup semati.

Saya suka akhir cerita yang baik dan bahagia. Tentu, tidak semua kenangan tergambarkan dengan baik. Tetapi, epilog tadi sudah cukup bagus untuk menyudahi tulisan yang bakal menjadi memori pribadi tentang bapak maupun mamak. Oh iya, terakhir: Selamat Hari Ibu, Bapak! (*)

MEMBINCANGI FACEBOOK

No Comments »


Di facebook, di dalam dunia yang penuh dengan fitnah dajjal, jarang sekali ditemukan diskusi atau perdebatan yang bervisi meluruskan lagi mencerahkan. Kebanyakan muncul hanyalah orang yang tampil sebagai pembeda; mengklaim diri siapa yang pintar dan pantas dibodohi di sana, di sini, dan di mana-mana saja yang ada tulisan (postingan) yang memantik sumbu di kepala.

Saya memilih untuk tidak terlalu menyentuh hal-hal "sensitif" dalam ber-status atau berkomentar di media sosial (medsos). Kalaupun ingin, saya suka menulisnya dalam keadaan bercanda. Bukan karena mau cari aman atau menempatkan diri saya di wilayah abu-abu. Saya merasa belum cukup mumpuni menjadi moderator atau narasumber yang berpotensi menciptakan debat kusir.

Apalagi, tidak ikut terjun ke dalam hal-hal yang lagi populer di facebook, tidak selalu berarti (benar-benar) abai terhadap peristiwa tersebut. Beberapa orang tentu punya pilihan dan berhak selektif, tentang hal apa saja yang mau ditulis dan dibagi (untuk kemudian dilihat atau dibaca orang) di medsos.

Dari awal, saya sendiri hanya berusaha menjadikan media sosial ini sebagai hiburan, sisanya untuk mencari pengetahuan. Saya memilih facebook bukan sebagai sumber, tapi sekadar media sekunder untuk mencari dua hal itu: hiburan dan pengetahuan. Kadang-kadang, cari jodoh juga sih. Hahaha!

Kalori di dalam tubuh saya tidak pernah cukup besar untuk menjadikannya energi dalam sebuah perdebatan sengit di facebook. Saya tidak suka menenggelamkan diri terlalu dalam pada sebuah debat status yang membahas tentang penista agama, roti, dan atau peci(?). Lalu, saling lempar argumen biar dikata pintar—karena telah ikut andil berkomentar di situ.

Facebook memang media yang menawarkan kesenangan. Berbagai macam bentuk pula. Dihadirkannya konten yang menggiurkan. Jemari kita selalu terpantik untuk bergerak lebih cepat; mengetik status, berkomentar, dan membagi hal-hal apa saja—walaupun tanpa filterisasi melalui kepala. Dan itu, candu. Entah kenapa dan bagaimana.

Lihatlah...facebook telah berubah, sejak hoax menyerang. Lalu, kemana sang avatar Mark Zuckerberg saat dunia membutuhkannya? Apa perlu saya bertanya pada rumput tetangga yang sedang bergoyang?

Awalnya adalah menghubungkan jalinan pertemanan. Kini, malah memunculkan permusuhan, pertikaian, judi, miras, dan hal kacau lainnya—yang sebenarnya bisa saya sebutkan satu per satu tapi capek ketiknya. ðŸ˜‚

Sesekali, melihat hal semacam itu, ingin rasanya kulari ke facebook, kemudian teriakku: SANTAI WEH...!


KIMI NO NA WA: Sebuah Anime 'Bajingan'

No Comments »

Makoto Shinkai adalah sosok yang jenius, sekaligus seorang bajingan. Tentu saja, dan biarlah itu berlebihan. Sebagai sutradara sekaligus penulis naskah anime ini, ia pandai betul membuat penonton merasakan kegalauan.

Sepertinya, Makoto Shinkai terobsesi mempermainkan perasaan orang lain. Melalui karya teranyarnya, Kimi No Na Wa (Your Name), ia menampilkan narasi cinta sederhana dengan skenario yang tidak biasa. Rumit, menyentuh hal terdekat, tapi mengharukan.

Singkatnya, Kimi No Na Wa adalah anime yang bercerita tentang keajaiban cinta anak remaja yang masih SMA. Diceritakan, Mitsuha Miyamizu dan Taki Tachibana saling bertukar tubuh. Dikiranya mimpi, padahal kenyataan. Mereka tak saling mengenal, namun secara bergantian saling berbagi kisah lewat tubuh yang berbeda.

Entah karena apa. Tetapi, kukira memang tidak perlu ada penjelasan ilmiah untuk kejadian itu. Bukankah ketika bicara cinta, semua hal memang sulit untuk dijelaskan dengan rentetan argumentasi ilmiah? Hahaha :p

Saya beruntung tidak meneteskan air mata saat menonton anime saat rehat dari kerjaan di kantor. Namun, menjadi baper adalah sesuatu hal yang pasti. Itulah mengapa saya menyebut Makoto Shinkai adalah seorang brengsek. Saya bahkan hampir membencinya karena nyaris membuat saya merasakan kegamangan akan cinta yang hilang. Hahaha! :v

Menyoal sisi tampilan, dijuluki sebagai animator yang memiliki "sentuhan Midas" mungkin juga tidaklah berlebihan. Kemampuan itu memang ia buktikan dalam setiap karyanya. Tidak banyak anime yang menampilkan permainan pencahayaan dan warna seperti yang disuguhkan makoto Shinkai dalam Kimi No Na Wa ini. Gaya realisme khas Makoto Shinkai. Detail, namun Indah.

Jika kamu adalah seorang wanita yang sensitif atau rentan tersentuh hatinya untuk sebuah film bergenre romantisisme, sediakanlah tisu.

Atau sebenarnya, kamu bisa memilih dengan menonton bersamaku. Dan, tangan saya bisa saja membantu menyeka air mata yang sewaktu-waktu mengalir di pipimu usai menonton film yang mengandung kesedihan, lagi menyebabkan baper ini.

Sudah. Itu saja. Capek ketiknya. *dadaaaaahhhh*