Archive for Agustus 2016

SAJAK HUJAN

No Comments »


1.
Musim hujan adalah masa di mana senja berpulang saat petang. Masa di mana gigil dan rindu menginginkan jendela.

2.
Kau tahu? Ada dua hal yang kurindukan saat hujan: guling dan selimut. Kamu boleh memilih menjadi salah satunya. Keduanya sama hangatnya dalam pelukan.

3.
Satu hal yang aku tahu, pelukan itu ibarat senja. Mendekap semesta pada suatu ketika, lalu pergi dari jendela. Entah kemana ...



(Makassar, bulan November 2014 yang sedang hujan)

K A N G E N

No Comments »

Seorang lelaki yang tidak disebut namanya menjadi korban peristiwa kangen. Kejadian wajar namun tak biasa ini belum juga bisa ditangani.

Peristiwa ini berlangsung begitu cepat dan tak diduga. Berdasarkan penuturan korban, kangen itu terjadi saat dirinya hendak masuk ke toilet. Diakuinya, saat itu kepalanya pening. Meski bibir tak pecah-pecah, tapi dada berdebar-debar rasanya.

"Awalnya kukira saya diare. Hingga akhirnya saya yakin kalau ini kangen, namanya," tutur lelaki yang (sok) tampan ini usai dimintai keterangannya, malam tadi.

Sejak diterbitkannya status ini, peristiwa kangen tersebut masih sementara berlangsung. Bahkan saat ini korban masih bingung, (si)apa gerangan yang tega menjeratnya dalam peristiwa hebat tersebut. (*)

"Memaki" Raden Mandasia

No Comments »


RADEN MANDASIA: Si Pencuri Daging Sapi adalah buku yang bangsat. Keterlaluan. Novel sialan. Entah ada berapa kata "anjing"—sebagai bahan ejekan yang dituliskan di buku ini. Saya tak menghitungnya. Tapi jumlahnya terlampau banyak untuk membuat saya yakin bahwa ini bacaan yang menarik.

Maki-makian yang ditampilkan dalam cerita membuatnya seumpama garam dalam hidangan sayur—yang tanpanya, tak ada rasa. Sebenarnya, saya tak begitu suka dengan hal-hal yang tidak baik macam itu. Akan tetapi, di tangan penulis, umpatan itu hadir di momen-momen yang tepat. Anehnya lagi, saya suka dan menjadi percaya kalau penulis sudah melakukan hal yang benar.

Kukira, sudah lama saya tak membaca novel Indonesia sebagus Raden Mandasia. Membacanya malah membuat saya seperti sedang menonton. Kisah perjalanan Sungu Lembu dan Raden Mandasia dengan mudah divisualisasikan di dalam kepala. Saya bahkan sempat ngiler sendiri saat bagian makanan diceritakan. Kenikmatannya hadir di kepala, meski tak dicecap langsung di lidah.

Ah, sudahlah! Tak perlulah saya berpanjang lebar. Pada akhirnya, ini novel yang nikmat sekali. Anjing betul. Hahaha!

Kecewa Karena "Cinta"

No Comments »


Baru bisa menuntaskan ini setelah memutuskan untuk tak menontonnya di bioskop sejak dirilis April lalu. Alasannya sederhana saja, karena Geng Cinta tak lengkap: kurang Ladya 'Alya' Cheryl di situ.

Menunggu dari April hingga bisa melihat Cinta main film di AADC bagian kedua pada bulan Agustus memang cukup lama. Niat awal mau nonton di televisi. Saya menunggu dengan harapan: stasiun televisi milik Harry Tanoesudibjo bisa menayangkan AADC sebagai salah satu film liburan lebaran pada bulan Juni yang lalu. Tapi itu tak terjadi. Kekecewaan itu pun saya pendam sampai malam ini akhirnya wajah Cinta bisa saya nikmati pada layar ukuran tak lebih dari 14 inchi: melalui notebook, sambil ngopi, dan menggaruk kepala karena gatal.

Sebenarnya, saya tak begitu punya niat yang besar menonton AADC yang kedua ini. Lebih tepatnya, rasa-rasanya tak wajib. Hanya saja, sifatnya "mubah": menontonya tak berpahala—tapi menghibur, mengabaikannya pun tak berdosa. AADC—bagi saya—sudah selesai waktu pertama kali hadir 14 tahun lalu.

Film AADC menurut sehemat pandangan saya, malah lebih menjengkelkan ketimbang pendahulunya. Alih-alih ikut terharu dengan alur cerita cinta, yang ada malah muncul kebencian di segenap hati dan jiwa raga. Saya bukannya tak suka melihat kebahagiaan orang lain. Tapi kasus yang ada pada AADC ini memang sungguh keterlaluan. Melihat Cinta dan Rangga balikan sungguh sangat menjengkelkan.

Salah satu adegan Cinta dan Rangga di AADC - 2. Serasa ingin menggantikan peran Rangga di situ. Hahaha! (Sumber Foto: /INT)
Saya mengira kalimat pedas "yang-kamu-lakukan-ke-saya-itu-jahat" oleh Cinta kupikir sudah cukup membuat Rangga putus asa. Bukannya melilit tali di leher dan gantung diri, Rangga malah sok puitis-melankolis sampai mengajak Cinta jalan-jalan: dari makan malam, ngopi bareng, hingga dihadiahi "bogem" mentah dari Cinta. Sebuah "pukulan" telak, tepat di bibir Rangga. Sialan! Hahaha.

Saya curiga, Rangga sepertinya sengaja menjadi lelaki jahat buat Cinta. Lelaki sialan ini sepertinya paham betul, wanita sekarang banyak yang tidak suka—bahkan menolak—lelaki yang terlalu baik baginya. Jawaban "kamu-terlalu-baik-buat-aku" sudah cukup menyakitkan bagi kaum adam yang sedang mengungkapkan isi hati kepada wanita yang disukainya. Rangga, lelaki bermuka datar dan dingin itu..tentunya tak ingin mendapatkan perlakuan ditolak seperih itu, sodara-sodara!

Strategi Rangga mungkin licik, sekaligus tidak bernilai luhur. Akan tetapi, dari AADC (akhirnya) saya belajar: kalimat "yang-kamu-lakukan-ke-saya-itu-jahat" yang dilontarkan wanita secantik Dian Sastrowardoyo di AADC, seakan menjadi awal mula pertanda pencapaian dan kesuksesan Rangga merebut (kembali) hati Cinta. Rangga sudah menjadi jahat. Dan itu, agaknya menjadi sikap yang disukai (mungkin beberapa) wanita—termasuk Cinta.

Rangga...yang kamu lakukan ke Cinta itu...sialan! Hahaha.


Dian Sastro itu...."sesuatu" ya?! (Sumber Foto: /INT)

Beberapa Hal Tentang Sesuatu

No Comments »



1.
Tepat 14 Agustus 2016, pernikahan kedua orang tua sudah menginjak usia 34 tahun. Waktu yang lama dan tidak mudah untuk mempertahankan bahtera rumah tangga meski umur sudah menua.

2.
Tahun 1982, tersebutlah seorang pria muda dan juga tampan. Muhammad Arsyad, namanya. Sabtu, 14 Agustus, menjadi momen sakral baginya. Ia sengaja mengenakan setelan jas, dasi, dan peci yang membuatnya menjadi lelaki (nyaris) sempurna dan berbahagia. Sebentar lagi, ia bakal mempersunting wanita idamannya.

3.
Aminah tersipu malu. Ia tak bisa menyembunyikan wajahnya yang merah merona pada pantulan cermin. Barangkali tak pernah terlintas dipikirannya bakal dirias secantik ini. Tapi hari itu, penampilannya nyaris menyerupai RA Kartini. Dalam gugup ia berdoa, semoga akad nikahnya lancar dan baik-baik saja. Habis akad, terbitlah buku nikah. Semoga!

4.
SAH!!! Mulut Muhammad Arsyad lancar merapal ijab kabul. Sabtu, 14 Agustus 1982, adalah hari dimana ia resmi menyandang gelar "suami". Lalu, siapa wanita paling berbahagia saat dipanggil dengan sebutan "istri" dari lelaki yang mencintainya? Tentu saja, Aminah.

5.
Tak terasa, sekarang tahun 2016 yang sedang Agustus. Muhammad Arsyad dan Aminah dikaruniai anak-anak yang tampan dan juga cantik. Sebuah warisan yang amat berharga—di luar kebaikan hati yang juga menjadi teladan. Sudahkah kalian bahagia? Tentu tidak. Saya pikir, kalian berdua masih sementara bahagia.

6.
Hadiahnya baru saja saya titip kepada Tuhan. Tak ada acara perayaan yang mewah untuk hari pernikahan yang nyatanya sudah berusia 34 tahun. Kadonya dikemas dalam bentuk doa, tapi...insya Allah...isinya diharapkan bisa menjadi pengantar buat ke surga. Untuk Muhammad Arsyad dan Aminah yang tak hadir di dunia maya, tapi berbahagia di dunia nyata: TERIMA KASIH telah menjadi orang tua bagi anak-anak yang beruntung.

Wahai DC, Kelakuan Kamu Itu Jahat!

No Comments »

http://www.moviedeskback.com/wp-content/uploads/2016/01/Suicide_Squad_Wallpaper_1680x1050.jpg

Saya enggan bertele-tela membuat review film ini. Untuk sinopsisnya, saya pikir google bisa menjawab semua itu. Kedua-dua, mari segera akhiri saja tulisan yang mungkin agak-sedikit-panjang ini dengan memulai cerita kegelisahan saya usai menonton film superhero DC ini. Ketiga-tiga...mari mulai dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim....

Mengapa menonton Suicide Squad? Oke, film ini saya nonton sebenarnya gara-gara penasaran cuma mau lihat aksi Joker versi Jared Leto. Namun, agaknya saya kecewa, peran Joker di film ini seolah-olah cuma jadi cameo saja. Hmmm...tapi untunglah kekecewaan itu sedikit tertutupi berkat 'kenakalan' Harley Quinn yang diperankan Margot Robbie. Jadi begini...secara umum—menurut saya—Suicide Squad bukanlah film yang buruk, namun terburu-buru.

Mudah-mudahan pihak DC tidak merasa "tertekan" dengan kepopuleran Marvel saat membuat film ini. Setelah nonton, saya pikir Suicide Squad terlalu cepat hadir sebagai film yang menghadirkan wajah superhero gadungan…eh…maksud saya gabungan "superhero" (supervillain a.k.a anti-hero). Kedalaman dan alur cerita yang dangkal dan terkesan dipaksakan—apalagi tokoh/karakternya belum begitu kuat tertanam di ingatan. Masalah durasi barangkali jadi permasalahan utama, sehingga pengenalan karakter di film ini jadi terbatas. Itulah kenapa saya pikir Suicide Squad muncul terlalu cepat.

Sepertinya pihak DC selalu terkendala dalam membangun cerita yang kuat. Hal ini kurang lebih sama saya perhatikan dalam film sebelumnya, yaitu Batman V Superman (BvS). Kekecewaan seusai menonton BvS belum hilang, muncul lagi Suicide Squad dengan masalah yang kupikir sama saja. Pihak DC tidak bisa memuaskan hasrat penonton.

Kalau saya melihat film-film sebelumnya, DC agaknya piawai membuat trailer film. Di situ kita disuguhkan beberapa potongan adegan film yang memukau dan membuat kita para penonton menaruh harapan besar lalu menjadi tak sabar untuk menontonnya. Tapi...apa yang terjadi, saudara-saudara. Apa yang tersaji pada trailer ternyata tidak sesuai dengan harapan. Pihak DC...yang kamu lakukan ke penonton itu...jahat!

Tapi di sini kita bisa setidaknya belajar, untuk ke depannya...alangkah baiknya tidak terlalu menaruh harapan besar untuk film DC yang bakal tayang ke depannya. Nanti rasa kecewanya juga besar. Saya tidak menyarankan untuk tidak menonton ya, Cuma anjuran untuk tidak berharap besar. Gitu.
Salah satu karakter favorit pada Suicide Squad, Harley Quinn. (Sumber foto: /INT)
Sebagai penonton, saya rasa ada baiknya pihak DC sesekali mencontoh "strategi" Marvel dalam film Avengers-nya. Salah satu misalnya, sebelum memulai debut—atau katakanlah (kalau ada) sekuel—Suicide Squad, tiap karakter "superhero"-nya dibuatkan film solo tersendiri lebih dahulu. Mungkin ini permintaan yang kurang ajar dari seorang yang bisanya cuma nonton, tapi saya rasa dengan begitu ceritanya bisa dimainkan dengan apik.

Batman dan Joker yang muncul dalam film ini mungkin sudah tenar lebih dulu. Banyak yang sudah mengenalnya. Tapi bagaimana dengan karakter yang lain? Semisal Harley Quinn, Katana, Slipknot, Captain Boomerang, dkk. Deadshot mungkin pengecualian, dengan penampilan yang cukup mencolok (begitupun Harley Quinn sebenarnya) di film ini. Wajar...karena Deadshot adalah pemimpin Suicide Squad–di luar Rick Flag.

Sebenarnya, masih banyak yang mesti saya ungkapkan. Tapi cukup sekian dululah. Saya capek ketiknya. Di luar plot cerita yang dangkal itu, Suicide tetaplah film yang menghibur. Dialog-dialognya juga segar. Humor Harley Quinn juga menjadi ‘penyejuk’ di suasana tegang. Dan satu lagi: latar musik film Suicide Squad saya akui memang keren.

Pokoknya sukses buat DC. Semoga rencana film Justice League-nya nanti bisa lebih baik. Dan, untuk film solo Wonderwoman tahun depan, tentu saja harus keren—karena di situ ada Gal Gadot. Hahaha!
SUICIDE SQUAD (Sumber Foto: /INT)

Dilanda Kebingungan, Salah Mengira Lokasi Tujuan

No Comments »

Edisi Menelusuri Keindahan Kaki Gunung Bawakaraeng (Bagian - 3)

Perjalanan malam membuat kami bingung. Niat hati ingin tiba dan menginap di danau yang hendak dituju, malah membuat tenda terpaksa harus didirikan di lokasi yang entah dimana tepatnya.


“Mendingan kita pasang tenda di sini saja,” begitu kata Bang Jack. Lelaki yang menjadi pemimpin rombongan dalam perjalanan menuju danau di kaki Gunung Bawakaraeng. Kami yang berjumlah delapan orang memang mulai lelah. Kebingungan juga melanda kami semua.

Perjalanan malam di kaki Gunung Bawakaraeng mencari danau yang hendak kami tuju belum juga ketemu. Petunjuk jalan pun tidak begitu terlihat oleh mata kami yang mengandalkan bantuan lampu senter. “Besok pagi saja kita lanjut cari,” lanjut Bang Jack.

Tidak hanya Bang Jack, kami semua juga dilanda lapar. Sejak berangkat usai Maghrib dari Desa Lengkese, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa, kami belum makan malam. Padahal, waktu saat itu sudah nyaris tengah malam.

Keputusan untuk mendirikan tenda dan akhirnya menginap di tempat yang kami sendiri belum tahu itu, memang sudah tepat. Kami tidak ingin terus-terusan menahan lapar, sementara kita semua belum jelas harus mengarah kemana untuk menuju ke lokasi yang dituju.

Memang belum ada di antara kami yang datang ke tempat wisata alam di kaki Gunung Bawakareng ini. Namanya, Danau Slank. Para pendaki menyebutnya begitu. Suatu ketika saat melakukan perjalanan ke Danau Tanralili, Bang Jack pernah menunjukkan daerah lokasi yang ingin kita tuju tersebut. Namun, lagi-lagi karena baik Bang Jack maupun kami belum mengenal medan dan jalur tidak begitu terlihat saat malam hari, rencana ke Danau Slank tertunda.

Perjalanan Malam

Awalnya, kami yang berdelapan orang memang sudah lebih dulu janjian bertemu di salah satu rumah warga di Desa Lengkese. Tempat yang juga menjadi rumah singgah para pendaki lain sebelum berangkat ke Danau Tanralili atau menuju Lembah Ramma via jalur Lengkese.

Sore hari kami semua sudah berumpul di rumah Tata Rafi. Begitu nama salah seorang warga yang rumahnya kami singgahi sebagai tempat bertemu. Kami memang sudah berencana berangkat selepas Salat Magrib. Berangkat malam menuju Danau Slank merupakan rekomendasi Kak Alam, istri  Bang Jack yang juga ikut dalam perjalanan.

Kami pikir, jalur menuju Danau Slank termasuk mudah dan jalan menuju ke sana sudah diberi tanda khusus. Tapi dalam perjalanan kami salah mengira. Jalur yang terjal kami lewati. Sungai pun diseberangi. Cukup sulit dan menguras tenaga. Penanda jalur menuju ke lokasi pun nyaris tak terlihat. Penanda jalurnya hanya berupa batu yang ditumpuk, bukan yang kami kira papan petunjuk. Itu berarti mata harus jeli melihat penanda tersebut. Apalagi memang karena malam hari dan jalan yang dilalui memang juga banyak longsoran batu.

Beberapa kali di antara kami harus benar-benar memastikan penanda jalur. Begitupun kami kadang-kadang menyebar mencari jalur yang sesuai. Jika dirasa sudah benar, barulah melanjutkan langkah kaki. Perjalanan kami memang agak lambat dikarenakan hal tersebut.

Tak terasa dalam perjalanan yang lambat tersebut, waktu sudah menunjukkan tengah malam. Belum juga tiba di lokasi yang kami tuju, Danau Slank. Hingga rasa lapar tak tertahankan, kami memutuskan untuk menginap di lokasi yang kami sendiri tak tahu tepatnya dimana.

Tapi melihat ada sumber air dan kontur tanah yang datar, kami memutuskan mendirikan tenda di situ sesuai rekomendasi Bang Jack. Malam hari itu kita lewati dengan makan malam saja. Tidak lama berbincang mengenai perjalanan besok pagi, hingga kami tidur di tenda masing-masing.


Perjalanan yang kami lalui untuk menuju Danau Paranglabbua. Jalan berbatu dan tanah yang bisa saja mengundang longsor membuat para pejalan mesti hati-hati.
Salah Mengira

Esok harinya selepas sarapan, saya bersama Bang Jack mencari jalur yang sesuai sebelum teman-teman lain ikut bersama. Ternyata, tempat kami menginap sudah berada dekat dengan Danau Slank, lokasi yang hendak kami tuju.

Setelah yakin, barulah kami mengajak teman yang lain dan berangkat ke sana membawa barang seperlunya saja. Kami membiarkan tenda tetap di temapt kami menginap agar barang bawaan ke danau tersebut tidak berat.

Sesampainya di sana, kami langsung berfoto keindahan danau di sana. Belum begitu banyak orang yang mengenal tempat ini. Memang belum setenar dengan Danau Tanralili, tapi danau yang kami kunjungi ini tetap tidak bisa diabaikan keindahannya. Perjalanan lelah dan kebingungan kemarin malam, terbayarkan dengan rasa puas menikmati alam di danau tersebut.

Kami pikir danau yang kami kunjungi ini sudah benar adalah Danau Slank. Namun, sepulangnya kami dari danau tersebut dan menyebar foto-fotonya di media sosial, banyak juga yang bilang kalau danau tersebut bukanlah Danau Slank. Tapi, Danau Paranglabbua, namanya. Sepertinya memang bukan Danau Slank.

Warga Desa Lengkese yang kami tanyai juga membenarkan, kalau danau yang kami kunjungi itu bukanlah Danau Slank, tapi Danau Paranglabbua. Lagi-lagi kami salah mengira. Tapi tak mengapa, keindahannya pun tak bisa diabaikan. Mungkin Danau Slank sebenarnya akan kami kunjungi di lain kesempatan. Semoga! (*)


Selain menikmati Danau Paranglabbua, pemandangan pegunungan juga memanjakan mata.