SELFIE (SWAFOTO)

Siapa yang tak mengenal Elvi Sukaesih? Salah satu penyanyi legendaris berkebangsaan Indonesia yang dijuluki Ratu Dangdut. Kenal tidaknya, tak masalah. Saya tidak sedang membahas tentangnya dan betapa merdu suaranya. Status ini tentang selfie (swafoto). Memotret diri sendiri.

Ada cukup banyak indikator untuk menjadi orang baik. Sedikit di antaranya (menurut sebagian warga Indonesia) minimal memenuhi dua parameter ini: rajin menabung dan tidak makan sabun. Saya tidak yakin, apakah rajin ber-selfie termasuk ke dalam variabel tersebut. Tetapi, sependek sepengetahuan saya, beberapa perempuan menolak lelaki dengan alasan terlalu baik, bukan karena sedikit-banyaknya koleksi foto selfie di telepon genggamnya. *bahas apa ini, woey?!*

Ada berapa banyak koleksi foto selfie (swafoto) di telepon genggammu? Tidak usah dijawab. Cuma basa-basi. Saya pribadi belum menghitungnya, tetapi bisa dipastikan, jumlah koleksi foto selfie saya tak lebih dari hitungan jari tangan dan kaki. Sedikit saja, memang. Apakah itu sebuah bentuk ketertinggalan saya di era kekinian? Entahlah.

Hanya saja, saya seringkali berpikir, swafoto (bisa jadi) adalah sebuah bakat. Di luar dari jenis kamera, agaknya hanya orang berkemampuan khusus sajalah yang bisa melakukannya. Jika benar begitu, kayaknya saya tidak dianugerahi bakat dari Tuhan untuk ber-swafoto.

Saya suka iri dengan kawan lain yang memiliki kemampuan itu. Wajah bahagia, tanpa beban, lepas, dan bebas. Seperti itulah interpretasi saya melihat foto-foto selfie teman-teman. Dengannya, membuat saya terprovokasi untuk ikut melakukannya.

Pernah suatu waktu saya menyiapkan jadwal khusus untuk latihan selfie. Mengasah kemampuan agar tercipta foto pribadi yang ketjeh, beradab, dan berketampanan sosial. Perbuatan ini dilakukan secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan keluarga, teman, kecuali Tuhan.

Salah satu foto yang saya unggah ini, termasuk salah satu swafoto dari cukup banyak percobaan yang tidak diharapkan. Di mana, saat kulihat hasil jepretannya, ada perasaan berdesir di dada. Kuyakin itu bukan cinta, tetapi semacam perasaan ingin menonjok muka sendiri. Fotonya sengaja saya edit sedemikian rupa, agar tak tampak hina. Sungguh, saya kelihatan bangsat kalau lagi selfie. Seperti bukan Syachrul Arsyad yang kalem sebagaimana biasanya. Hahaha *muntah*

Barangkali saya termasuk generasi yang patut dikasihani, karena tak berkompeten menghasilkan foto selfie yang bisa mendulang banyak tanda "love" di instagram. Disebut kurang percaya diri mungkin ada benarnya. Tetapi, selfie sepertinya memang bukan gayaku. Pegang tongsis saja, tangan saya bisa sampai gemetaran.

Kini kau tahu, selfie bukan bakatku. Tapi kalau diajak wefie sama kamu, sepertinya saya mau.

This entry was posted on 9 Maret 2017 and is filed under ,,,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply