KEKECEWAAN PRIA ATAS RAISA (SEBUAH CURHAT)

Pertama-tama, selamat atas pernikahan Raisa dengan lelaki-yang-tidak-disebutkan-namanya. Peresmian jalinan asmara yang membuat suasana perayaan Iduladha semakin bermakna. Pada akhirnya, saya harus bersedia mengorbankan perasaan demi Raisa, untuk kemudian digantikan dengan lelaki yang tentu saja jauh lebih tampan dari saya.

Ketika saya sedang dalam puncak mengidolakan Raisa, lelaki-yang-tidak-disebutkan-namanya itu tiba-tiba datang menikahinya. Dulu, saat Presiden Jokowi menghadiahkan Raisa sebuah sepeda, saya masih bisa memakluminya. Namun ketika lelaki itu datang mengucapkan ijab kabul di hadapan orang tuanya, saya dibikin gelisah jadinya.

Lalu, yang kedua...kebetulan belum ada. Capek mikirnya. Maka dari itu, langsung saja pada poin ketiga: ungkapan perasaan betapa saya ikut bahagia melihatnya menikah. Sebagai lelaki yang senantiasa dibikin terluka, saya hanya bisa pasrah. Dan tak lupa berkaca sambil bertanya-tanya, "siapa saya?!" ðŸ˜‚

Pernikahan Raisa mungkin akan sedikit mengurangi kadar kecintaan saya kepadanya. Tapi tak lantas menjadikan saya membenci dirinya.

Raisa akan tetap jadi idola. Sosok perempuan paripurna. Publik figur yang perangai buruknya tak sekali pun kulihat terekspos di media massa. Pemilik wajah rupawan dengan pesona yang bikin minder Cleopatra. Berbakat di bidang tarik suara--yang entah kenapa--membuat saya terkenang Nike Ardilla.

Saya cuma bisa berdoa, semoga mereka berdua diberkahi keturunan yang cantik jelita seperti ibunya. Saya tidak ingin mendahului kehendak Yang Mahakuasa. Namun, barangkali saja, anaknya kelak adalah jodohku yang sebenarnya.

Sembari menunggu keajaiban itu tiba, dunia alternatif di dalam kepala saya saat ini sudah membayangkan Raline Shah, Isyana, sekalian Pevita. Hanya saja, untuk sebuah perjuangan menggaet ketiga wanita ini, saya harus siap menanggung sakit hati. Sekali lagi. ðŸ˜‚

Sodara-sodara...hari ini, momen pernikahan Raisa dianggap sebagai #HariPatahNasional (Edisi Kedua). Saya tidak tahu, apakah oleh pemerintah momen ini nanti bakal dimasukkan dalam kurikulum ilmu sejarah di sekolah. Tetapi kukira, tak ada salahnya dijadikan pelajaran. Karena di balik hati yang patah, (katanya) ada perasaan yang jauh lebih sempurna. *Alhamdulillah...akhirnya catatan ini ada pesan moralnya juga.* 


This entry was posted on 5 Oktober 2017 and is filed under ,,,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply